Hallo Sahabat KSJ48. Maaf ganggu malam-malam, cuman mau ngapdet part 32. hehe. Lagi rajin. Maaf kalo banyak yang typo, gak di cek ulang, lagi males dan udah malem juga.
Sebelumnya gue selaku admin dan author pengen meminta maaf atas perbuatan dan perkataan yang mungkin kurang berkenaan dihati kalian. Maaf kalo gue pernah ngelanggar janji gue, janji mau update, kenyataannya enggak.
Gue rencananya pengennya One Day One Part. Jadi cepet kelar, masa cerbung di blog ini gak ada yang tamat? alias ngegantung semua.
Happy Reading
#AsKriting
Mimpi-mimpi
mengenai gadis mungil nan lucu yang bernama Elaine terus berdatangan. Datang
disetiap Luthfi terlelap. Kejadian-kejadian masa lalu terus terlihat di dalam
alam bawah sadarnya.
“Sialan,
apa yang salah coba? Len, kenapa lo terus masuk ke dalam mimpi gue?” keluh
Luthfi saat terbangun dari tidurnya.
“Lo
sekarang di mana?” lirih Luthfi, menanyakan keberadaan teman lamanya itu yang
sudah lama terpisah.
“Guys,
pada dimana? Ayo turun kita berenang di pantai,” teriak Melody dari ruang tamu.
Tak
lama setelah teriakan itu, pintu menuju balkon terbuka, “Fi, ayo kita berenang di pantai,” ajak Tyas yang
sudah bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer khas pantai bersama Septyan.
“Iya
fi, ayo. Kita udah siap gini.” Sambung Septyan.
“Kalian
duluan aja. Gue lagi pengen sendiri, males basah-basahan,” tolak Luthfi.
“Ayolah
fi, atau mau gue foto,” ancam Tyas sambil mengeluarkan telepon genggamnya.
“aaah,
gak lucu lo, Yas.” Ucap Luthfi, ia lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
“Yee,
gitu aja marah.” Ucap Tyas.
Suasana
hati Luthfi memang sedang runyam, semenjak dihantui baying-bayang Elaine. Saat
teman-temannya bermain ria di tepi pantai. Dia hanya duduk santai di ayunan
yang berada di depan Villa.
Dia
sudah diajak beberapa kali untuk bergabung dengan mereka, namun untuk kesekian
kalinya dia terus menolak.
Yupi
yang awalnya sedang asyik bermain di tepi pantai menghampiri Luthfi yang
memakai celana pendek dengan kemeja pantai sebagai atasanya dan kaos polos
putih di dalam.
“Luth…”
sapa Yupi saat duduk di sampingnya.
“Kenapa?”
“Kamu
liat Andela gak? Daritadi aku gak liat dia.”
“Enggak,
biasanya kan sama kamu.”
“Iya
sih, tadi siang dia sempat cerita-cerita sama aku. Tapi tiba-tiba kepalanya
sakit kayak waktu itu.”
“Mungkin
dia teringat sesuatu, Yup.”
Mereka
berdua membicarakan hantu yang lupa ingatan itu, tak lama kemudian hantu itu
menampakan diri tepat di depan mereka.
“Noh,
hantunya muncul,” ucap Luthfi saat melihat Andela.
“Del,
kamu darimana aja? Kamu gak apa=apa kan? Aku khawatir tau,” ucap Yupi dengan
wajah yang begitu khawatir.
“Luthfi-sama,
Yupi. Aku liat sesuatu. Aku liat beberapa orang yang aku kenali.”
“Bagus
kalo gitu del. Kamu udah maju selangkah untuk mengingat lagi memori kamu yang
hilang,” komentar Yupi.
“Apa
yang kamu liat?” tanya Luthfi.
“Aku
liat, dua orang temanku yang satu cewek yang satu cowok, tapi aku gak inget
nama mereka cuman inget wajahnya doang.”
“Hmmm…”
“Kayaknya
kita harus terus menyelidiki asal-usul keluarga kamu del. Biar tau siapa sahabat
kamu itu. Siapa tau aja bisa membantu kamu.” Ucap Yupi.
“Iya,
makasih yup, Luthfi-sama juga bantuin aku yah,”
“Iya,
gue gak janji tapi,” jawabnya.
“Yeaaay,
arigatou nee.”
“Semoga
kamu bisa mengembalikan ingatanmu yang hilang del.”
“Iya
yup, makasih.”
“Gue
baru inget. Katanya kamu tau, kenapa hantu bisa amnesia?”
“Oh
iya waktu itu kepotong yah. Jadi gini, setiap roh yang sudah mati biasanya
langsung pergi ke alam roh. Tapi karena Roh Andela bermasalah dan masih ada
urusan dengan seseorang, membuat rohnya enggan untuk pergi dari dunia, ditambah
saat dia bunuh diri kepalanya terbentur keras ke bawah.” Jawab Yupi.
“Dapet
informasi darimana yup?” tanya Luthfi.
“Dari
Internet.”
“Awas
aja sesat.”
“Ya,
semoga aja enggak.”
Mereka
bertiga Nampak asyik berbincang, memecahkan misteri kenapa hantu bisa amnesia?
*~~~*
Tak
terasa langit pun jatuh, gelapnya malam mulai menyelimuti. Melody dan yang
lainnya sudah membilas badannya yang lengket terkena air pantai. Acara
dilanjutkan dengan bakar-bakaran, dari segala jenis ikan, daging dan sayur.
Satu
buah pemanggang daging sudah siap digunakan, tak jauh dari sana ada api unggun
untuk menghangatkan tubuh. Beberapa tikar mereka gelar di sekeliling api
unggun sebagai alas duduk.
Suasana
hangat begitu terasa, canda tawa menghiasa kegiatan mereka. Angin malam tak
terasa. Tyas dan Shania sibuk membakar bahan makanan yang sudah disediakan.
Sedangkan yang lain mendengarkan Tyas yang sedang bermain gitar dan Sinka melantunkan sebuah lagu, mereka mengelilingi api unggun yang
panas menyala-nyala.
Luthfi
berbaur dengan yang lainnya berkat ajakan Yupi. Dia mendengarkan Sinka yang
sedang melantunkan sebuah lagu merdu diiringi oleh petikan gitar yang dimainkan
Septyan. Terkadang yang lainnya pun ikut bernyanyi terbawa suasana lagu.
Di
tengah kehangatan, Luthfi tiba-tiba beranjak sambil membawa satu tusuk daging,
“Fi, mau kemana?” tanya Melody.
“Mau
jalan-jalan bentar kak,” jawab Luthfi sambil mulai berjalan.
“Yup,
temenin dia gih,” perintah Ve.
“Oke,
kak.”
Melihat
itu, spontan Andela mengikuti kedua sahabatnya. Luthfi dan Yupi berjalan
menyusuri bibir pantai dengan deburan ombak kecil. Tak ada obrolan yang
terjadi, sementara Andela hanya mengikuti mereka dari belakang.
“Fi..”
ucap Yupi pelan, mencoba membuka pembicaraan.
“Iya,
kenapa yup,” balas Luthfi.
“Kamu
lagi banyak pikiran yah? Aku rasa kamu lebih tempramen dari biasanya,”
“Entahlah
yup, sebenernya gue pengen banget cerita. Mungkin waktunya aja belum tepat.”
“Kalo
sekarang?”
Luthfi
terlihat sejenak berpikir lalu ia berkata, “Kamu punya sahabat dekat?”
“Punya
dong.”
“Lawan
jenis?”
“Iyaa,
kamu doang paling. Kenapa gitu?”
“Entah
kenapa, aku tiba-tiba inget sahabat lamaku.”
“Hmm,
siapa namanya?”
“Gak
pentinglah namanya.”
Yupi
yang saat itu mengenakan baju yang sering digunakan untuk berlibur ke pantai,
dengan topi bundar yang khas tanpa alas kaki mendengarkan dengan antusias apa
yang diceritakan Luthfi.
Mereka
berhenti berjalan dan berdiri menghadap pantai, Luthfi melanjutkan ceritanya
sambil melihat laut yang gelap mencekam.
“Dia
orangnya suka makan, kurang lebih kayak si Tyas, malahan lebih. Tiap hari aku
traktir dia ke kantin. Badannya tetep kurus, padahal makannya banyak. Terkadang
dia ceroboh. Tapi aku sayang sama dia.”
“Pasti
orang itu berharga banget buat kamu fi.”
Angin
malam berhembus melewati tubuh mereka, cahaya bulan menjadi cahaya di malam
itu. Pasir putih begitu lembut ketika diinjak.
Semua
daging sudah masak, Melody dan yang lainnya menyantap hidangan sambil berkumpul
mengelilingi api unggun,
“Lo
lagi baca apa yan?” tanya Sinka ketika menyadari temannya ini tengah sibuk
membaca sesuatu di dalam gadgetnya.
“Baca
berita sin, berita lama sih,” jawab Septyan dengan mata yang terus tertuju pada
layar Hp.
Sinka
dibuat penasaran, “Aku pengen baca dong,” pintanya.
“Nih,”
ucap Septyan setelah menyelesaikan membaca. Dia mengambil satu tusuk daging
untuk mengisi perutnya.
“Kasus
bunuh diri seorang gadis berumur belasan tahun yang terjadi di salah satu
sekolah di kota Bandung membuat duka untuk pihak keluarga. Keluarga Yuwono
begitu menyesalkan kejadian ini menimpa putri sulungnya. Namun mereka tidak
menyalahkan pihak sekolah, mungkin itu hanyalah kecelakaan atau kesalahan
anaknya sendiri……”
Sinka
terus membaca berita tersebut sampai beres terbesit tanya di benaknya, “Kamu
kenal keluarga Yuwono yan?” tanya Sinka.
“Gak
begitu kenal sih, mereka bos di tempat papah aku kerja.” Jawab Septyan.
“Kasian
banget mereka, pasti sedih banget liat anaknya mati dengan cara bunuh diri,”
komentar Sinka.
“Yan,
Sin. Lanjut nyanyi lagi dong, boring nih makan gak diiringi lagu gratis mah,”
ucap Tyas.
“Mau
lagu apa bro?” tanya Septyan.
“Summer
Paradise enak nih kayaknya,”
“Ok.
Siap sin?”
“Siap
dong,”
Lagu
Summer Paradise yang dipopulerkan oleh Simple Plan pun terdengar. Sungguh
mereka berbakat dalam dunia musik dan tarik suara.
“Sekarang
dia di mana fi?” tanya Yupi.
“Entahlah,
kita berpisah saat kelulusan SMP, dan gak pernah komunikasi lagi sampe
sekarang.” Jawab Luthfi.
Luthfi
menceritakan teman SMP yang dirahasiakan namanya itu. Rasa percaya kepada Yupi
mulai tumbuh, Luthfi mulai berbagi cerita dengan gadis berponi itu tentang masa lalunya.
“Luthfi-sama,
Yupi,” teriak Andela menganggu suasana.
“Bisa
gak sih, lo gak usah teriak-teriak? Bisa budge telinga gue,” balas Luthfi
kesal.
“Ada
apa del?” tanya Yupi.
“Aku
punya berita penting. Tadi kan pas aku ngikutin kalian dari belakang, karena
wangi daging yang menggoda, aku balik lagi ke api unggun buat nyuri makanan.
Terus aku gak sengaja denger Sinka sama Septyan baca berita bunuh diri di
gednng sekolah,” jawab Andela panjang lebar.
“Bisa
jadi itu kamu del,” timpal Yupi.
“Bisa
juga enggak.”
“Kayaknya
itu bener yup. Soalnya kata Sinka keluarga korban itu bernama keluarga Yuwono
sama kayak nama belakang aku. Dan Septyan mengenalnya.”
“Yaudah,
sepulang dari sini kita main ke rumah Septyan,” ucap Luthfi.
“Iyaa
fi,” balas Andela.
“Akhirnya
ada jalan juga del. Semangat del.”
“Makasih
yup.”
“Kamu
masih laper gak?” tanya Yupi.
“Masih,”
“Yaudah
kita balik lagi ke mereka yuk, sambil bawa makanan, nanti aku ambilin buat
kamu.”
Andela
menganggukan kepala, dan Luthfi juga menyetujuinya.
Mereka
bertiga kembali bergabung bersama yang lainnya.
Hari semakin malam, jari Septyan mulai lelah memainkan gitar.
Acara
dilanjutkan ke dalam sesi curhat, menceritakan latar belakang dan apa yang
sedang disukai saat ini.
“Sekali
lagi, kita semua berterima kasih sama Luthfi dan yang lainnya juga karena telah
menyelamatkan kita. Kita cuman bisa ngasih liburan ini sebagai tanda terima
kasih,” ucap Melody membuka sesi curhat.
“Ah,
ini udah lebih dari cukup kok kak. Lebih malahan,” komentar Tyas.
“Kakak
cuman pengen lebih deket lagi sama kalian, dan sedikitnya pengen taulah latar
belakang kalian seperti apa. Dimulai dari kakak sendiri….”
Melody
menceritakan latar belakang keluarganya dan sekilas mengenai dirinya sendiri.
Setelahnya satu persatu teman-teman Melody menceritakan dirinya. Dari mulai,
Ve, Naomi, Yona, Frieska, Sinka, Shania, Nabilah, Beby, Tyas, Septyan, Yupi,
dan terakhir Luthfi.
“Hoaam,
udah beres. Yuk tidur ah,” ajak Luthfi.
“Iiiih,
Luthfi kamu belum cerita,” protes Ve.
“Gak
mau kak. Gak penting juga, gak ada yang special kok,” balas Luthfi.
“Ayo
fi, dikit aja. Pelit amat,” timpak Septyan.
“Iya,
dikitlah fi, lagian lo gak pernah cerita tentang diri lo atau keluarga lo
sendiri,” sambung Tyas.
“Iya,
oke. Gue cerita sedikit. Gue anak dari dua warga negara yang berbeda, Indonesia
dan Jepang. Gue bisa bahasa Jepang, suka roti sama mie ramen,” ucap Luthfi
singkat.
“Sama
takut difoto,” ledek Tyas.
“Berisik
lo yas. Udah gitu doang,”
“Udah
gitu doang?” tanya Shania.
“Oh
iya gue juga bisa liat hantu,” jawab Luthfi.
“Iya
gitu? Gak percaya,” ucap Shania.
“Tuuh
buktinya, gue liat hantu wanita pake baju seragam di belakang Yupi,”
Tiba-tiba
suasana mencekam, mereka hening sesaat. “Sekarang dia mendekat ke arah Frieska,”
lanjut Luthfi.
“Huuuuuuuuu,
“ suara aneh terdengar. Suasana semakin hening.
“Kyaaaaaaaa..”
“Aaaaaaa…”
Semua
orang berlari ketakutan kecuali Luthfi dan Yupi, “Kamu ini tau aja cara bubarin
orang.” Komentar Yupi.
“Tuh,
si hantu itu aja yang jail.”
“hehe,
kasian Luthfi udah ngantuk yup,” ucap Andela sambil tersenyum.
Mereka
kembali ke kamar masing-masing. Merehatkan tubuh yang telah melalui berbagai
kegiatan di hari itu. Kamar yang berukuran sekitar 3X4 meter itu dihuni oleh
dua sampai tiga orang. Semua orang terlelap, kecuali Luthfi, dipikirannya masih
terngiang misteri tentang hantu yang bisa amnesia, dan rasa penasaran akan
keberadaan teman lamanya, Elaine.
#TobeContinued
Lanjut bang, mangatse
BalasHapusntaps
BalasHapus