Psycho Path(3)


Hallo Sahabat KSJ48. Eh ketemu lagi, tapi di fanfict yang berbeda. Maaf ya updatenya lama. Buat yang suka bacok-bacokan baca mini series ini deh, gue jamin bakalan seru *tergantung tingkat kekejamannya juga sih. Kali aja masih ada yang nunggu mini series ini di update.

Happy Reading
#AsKriting

Intan POV

"Pah, plis pah. Jangan....." rengekku saat melihat papahku kembali menghampiriku membawa sebilah silet tajam.

Aku terus mundur ke belakang, sampai tubuhku menyentuh tembok. Aku takut, keringat dingin sudah bercucuran deras dari ubun-ubunku.

"Ayo cantik, papah ingin bermain denganmu," ucap papah. Tatapannya begitu menusuk. Tubuhku sampai gemetaran melihatnya.

Perlahan, tangan jahatnya merobek bajuku, dia menarik bajuku secara paksa dan melemparkannya entah kemana.

Udara dingin mulai terasa, kupejamkan mata, seolah tak ingin tau apa yang akan dilakukan ayah. Kakiku mulai lemas, membuat posisiku yang sedang berdiri menjadi duduk.

SREUT.....SREUT.....SREUT.....

"Ahhhhh," aku menjerit kesakitan saat ayahku membesitkan silet keperutku. Perih, itulah yang aku rasakan. Darah segar mulai keluar dari bekas sayatan itu.

"Ayah, pliss ayah. Hentikan," rengekku memohon.

Tanpa belas kasian, ayah terus menyayat bagian perutku, ia seperti menulis diatas perutku menggunakan silet.

"Aahhh....aaayaaah.....aaaaaahhhhhh," jeritku. Namun saat itu di rumahku tidak ada siapa-siapa, hanya ada kami berdua.

Aku mencoba kabur, namun tangan kiri ayah dengan sigap menahan tubuhku agar tidak bergerak.

Ia lalu mengeluarkan satu plastik garam dari saku celananya. Aku sudah pasrah, otakku sudah lelah untuk memikirkan apa yang akan dilakukan oleh ayahku.

"Aaaaaahhhhh....aaahhh....ayah....perih," jeritku, saat tangan ayahku perlahan menaburi garam di luka sayatan yang ada di perutku.

Garam itu menambah rasa perih yang teramat menyakitkan. Aku terisak-isak sambil menahan rasa sakit.

Aku tak tau apa penyebab ayah menjadi seperti ini. Sejak ditinggal ibu, ia sering memukulku, menyiksaku bila aku melakukan kesalahan sedikit saja.

"Intan?" Aku mendengar suara kakakku, ditengah rasa sakit yang masih menggelayuti tubuhku.

Aku tak bisa membalas ucapannya. Mulut ini sukar untuk ku buka. Kedua bola mata kak L melihat kearah Ayah yang wajahnya sedikit terkotori oleh darahku, ia melihat tangan ayah yang sedang memegang sebuah silet.

Kak L, begitulah aku menyebutnya. Tanpa bicara apapun lagi, ia langsung menghampiri ayah. Ayah pun menanggapinya dengan berdiri.

"L? Kamu kenapa udah pulang?" tanya Ayah, intonasi kalimatnya menggambarkan kalau ayah ketakutan akan kedatangan kak L.

"Kenapa kalo gue udah pulang hah? Lo apain adek gue?" Kak L langsung meluapkan amarahnya, dia mendaratkan satu pukulan tepat dipipi ayah dan membuatnya terpental sampai membentur dinding.

"L, maafin papah L. Tadi adik kamu gak nurut sama omongan ayah jadi ayah hukum," Ayah mencoba beralasan.

"HUKUMAN MACAM APA? LO UDAH NYIKSA ADEK GUE" suara kak L begitu menggelegar. Ia kembali mengangkat tubuh ayah dengan cara mencekik lehernya.

"L...tu..ru..nin..a..yah," suara ayah tak jelas ku dengar, dia meronta-ronta, sulit bernafas.

"Pantesan aja ibu ninggalin kita," ledek Kak L. Ia lalu membantingkan tubuh ayah ke atas meja makan.

Aku yang sudah lemas tak berdaya, hanya bisa menonton kakakku menyiksa ayah di dapur rumah. Terbesit kalimat didalam hatiku. Biarkan saja ayahmu mati."

"MENDING LO MATI AJA." Setelah melancarkan beberapa pukulan dan tendangan ke perut dan wajah ayah. Ia mengambil sebuah pisau tumpul yang sudah karatan di sebuah laci.

"Ja..jangan kak," ucapku lirih. Entah kenapa, satu sisi dari diriku mengatakan, " Bagaimana pun dia, dia tetap ayahmu."

"Sudahlah tan, lo gak usah ngebela si tua bangka ini," balas Kak L dengan lantangnya.

Dia lalu meletakan tubuh ayah yang sudah tak bisa melawan diatas lantai, tepat di depanku. Ia lalu menduduki dadanya dengan tangannya yang sudah memegang pisau.

CRATS

"Aaarrghhhh...aaarrgghhh,"

Ayahku terus menjerit, ketika mata kirinya berusaha dicongkel oleh pisau berkarat. Aku melihat kak L begitu menikmatinya. Ada apa dengannya? Tak biasanya dia bertindak sekejam ini.

"Kak L, udah." Aku mencoba mencegah aksinya. Namun telinganya seolah buta. Terlihat senyum di wajahnya.

CRATS

Kak L terus mencoba mengangkat mata kiri ayah. Terlihat urat saraf matanya perlahan putus satu demi satu.

"Arrgghhh." Ayah terus menjerit saat satu matanya berhasil dikeluarkan kak L.

"Kak, udah kak." Aku mencoba memperkeras suaraku, aku tak ingin ayah terbunuh.

"Tenanglah tan. Kakak bakalan balas semua perbuatan dia ke kamu," ucap kak L.

Ayah mengalami pendarahan yang cukup serius. Darah segar terus keluar dari matanya.

Seperti beruang yang belum puas memakan mangsanya, kak L, memaksa ayah untuk membuka lebar-lebar mulutnya. Dan dengan pisau karat itu, ia perlahan membelah mulutnya, agar rahang atas dan rahang bawah terpisah.

Awalnya dia kesulitan, namun dengan badannya yang sudah dilatih beberapa tahun di sekolah militer, membuat mulut ayah robek.

Aku sudah tak kuat melihat kekejaman kak L. Aku tergeletak pingsan tak sadarkan diri.

*~~~*

Sudah beberapa tahun lamanya, setelah kepergian Ayahku, aku juga tidak pernah bertemu kembali dengan kak L. Satu kalimat terakhir yang ku dengar darinya saat aku dirawat di Rumah Sakit adalah, "Dimana pun kau berada, Kak L akan melindungimu."

Setelah kejadian itu, hidupku tak ada yang menarik lagi. Aku hidup sebatang kara, untungnya ada orang baik yang sukarela merawatku.

Aku tak mengerti untuk apa aku hidup? Tak ada tujuan yang ingin aku capai. Terbesit perkataan dalam benakku, kenapa aku tidak mati saja?

Ku coba untuk bertahan, berusaha mencari keberadaan kak L. Mungkin dengan bertemu dengannya, hidupku akan lebih berwarna.

Di tengah kesibukan mencari kakaku, akhir-akhir ini aku mengenal sebuah girlband yang menyebut diri mereka JKT48.

Bait-bait lagu yang penuh dengan kata-kata motivasi hidup, membuatku bersemangat untuk kembali berjalan dalam lika-liku kehidupan.

Tak ada yang abadi, begitu pun dengan waktu. Sekian lama aku mencari kak L, tak kunjung ku temukan jejak-jejak keberadaannya.

Ku coba untuk menghibur diri dengan datang ke theater JKT48. Jessica Veranda, adalah member favoritku.

Setelah memanjakan mata ini dengan pertunjukan dari tim J, aku memutuskan untuk kembali ke rumah orang tua angkatku.

*~~~*

AuthorPOV

Hari-hari dilalui tanpa ada keanehan lagi. Seperti terjadinya pembunuhan member JKT48 oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Trauma yang dirasakan oleh member veteran yang bernama Ve pun berangsur menghilang.

Malam itu Ve telah menyelesaikan segala agendanya sebagai member JKT48. Tepat pukul 23.00 dia pulang ke rumah menggunakan mobil pribadinya.

“Daaah, sampe ketemu besok yah.”

“Iya, hati-hati di jalan.”

Sekedar salam  pamit antar member terjadi ketika mereka keluar dari mall FX. Ve menghampiri mobil jemputannya yang sudah terparkir di depan mall.

“Ayo pak jalan,” perintahnya.

Tanpa menjawab supir itu menginjak pedal gas meninggalkan mall.

Suasana mall sudah sangat sepi, hanya tinggal beberapa mobil yang lewat, dan petugas kebersihan yang sedang menganggkut sampah dari tong ke tong untuk dibawa ke TPA. Ada sesuatu yang aneh, saat membuka salah satu tong sampah di depan mall, dia melihat cairan merah yang mengalir dari dalam tong ke bawah.

Seorang petugas kebersihan mencoba untuk memeriksa apa isi tong tersebut. Matanya langsung terbelalak saat melihat sebuah mayat seorang lelaki yang mati mengenaskan. Tubuhnya habis terkena sayatan benda tajam. Dari ujung wajah sampai ujung kaki terbentang panjang luka sayatan.

Pembunuh seolah sedang melukis menggunakan sebuah pisau di tubuh korban. Sebuah pisau tajam dengan gagahnya tertancap tepat di atas jantungnya.

Diperjalanan Ve mengisi waktu luangnya dengan membuat tweet dan berselancar ria di dunia maya.

Selang beberapa menit dia baru sadar, arah jalan mobil yang dibawa supirnya bukan menuju ke rumahnya.

“Pak, kok jalan sini?” tanya Ve heran.

“….” Tak ada jawaban.

“Pak?”

“Jangan buru-burulah. Ada apa sih di rumah? Kita main-main dululah,” ucap supir itu sambil menatap jahat ke arah Ve.

“Kamu kaan?” Ve kaget melihat sosok seorang lelaki yang tak asing baginya.

“L?” keringat dingin tiba-tiba keluar dari pelipisnya.

Mobil bertambah melaju kencang, “Jangan coba untuk kabur kalo lo tetep mau ketemu sama fans lo besok,” ancam L.

#ToBeContinued