Magic Love Part 43

Hallo sahabat KSJ48. Akhirnya beres juga. Udah dua hari beres sih. Tapi baru sempe upload sekarang. Kayaknya one day one partnya gak jalan. Gue mau coba ada jadwal upload tiap cerbung yang belum beres. Doain yah:)))

Happy Reading
#AsKriting
 
Suiiiing

Bruuph

Suara lemparan bola memasuki ring terdengar di sore hari. Saat itu Luthfi sedang berlatih sendirian. Dia melatih kemampuan menembaknya agar tidak meleset. Dia mencoba dari segala jarak dan sudut.

“Bentar lagi Turnamen basket. Gue harus makin kuat, gue mau bawa tim ini jadi juara,” batin Luthfi yang sedang berkonsentrasi membidik ring basket sambil mendribble bola di tempat.

Peluh keringat bercucuran membasahi seragam basket yang ia kenakan. Dia berlari ke arah ring denngan bola yang masih dia dribble. Satu langkah besar, satu langkah kecil dan ia melompat ke udara berusaha menggapai ring. Luthfi memengang ring dengan tangan kirinya dan memasukan bola dengan mantap menggunakan tangan kanannya.

“Gue harus terus asah senjata mematikan ini,” Luthfi kembali membatin.

Saat bola kembali memantul ke udara, cowok bertubuh tinggi itu dengan cepat kembali mengambilnya berlari berputar ke belakang lalu melakukan hal yang sama.

Turnamen Basket antar SMA sudah dekat. Meskipun Adit belum bisa berlatih Luthfi, Raito, Rizki, Rafely,Tyan dan yang lainnya tetap berlatih sesuai jadwal latihan mereka.

Tak ingin dirinya menjadi beban, Luthfi menambah jadwal latihan sebanyak dua kali lipat. Tentunya didukung dan selalu ditemani oleh pacarnya, Andela.

“Fi, istirahat dulu,” teriak Andela di pinggir lapangan basket. Andela menyadari pacarnya itu kelelahan, terlihat dari keringat dan hembusan nafasnya.

Luthfi meninggalkan bola yang masih memantul berulang kali ke udara di tengah lapang dan menghampiri pujaan hatinya.

“Niih..” Andela membukakan tutup botol minuman dan menyerahkannya pada Luthfi.

Gleuk…gleuk….gleukkk..gleuukk..

“Aaaaah, makasih ndel,” ucap Luthfi diakhiri dengan senyuman manis di wajahnya.

Andela hanya mengangguk sambil tersenyum ke arah pacarnya itu. Melihat keringat yang bercucuran di pelipis. Cewek berambut panjang itu mengeluarkan handuk dari tas Luthfi dan mengelapnya dengan penuh kelembutan, “Kamu keringetan banget fi,” ucapnya.

“Baiknya pacar aku yang satu ini.” Luthfi mengambil handuk dari tangan Andela dan mengacak-acak rambutnya. “Biar aku sendiri aja ndel.”

Turnamen yang tinggal menghitung minggu itu membuat seorang Luthfi lebih rajin dalam berlatih. Dia tak ingin kejadian tahun kemarin terulang kembali.

“Makasih yaa, Ndel. Udah menemani aku latihan,” ucap Luthfi setelah memuaskan dahaganya dengan tatapan lurus ke depan.

“Aku lebih suka Luthfi yang sekarang daripada Luthfi yang dulu,” komentar Andela sambil menatap wajah kekasihnya dengan penuh arti.

“Emang dulu aku kayak gimana?” Luthfi menengok ke arah Andela dengan tatapan heran.

“Yaaa, yang aku tau dulu kamu itu pemalas, gamers, gak bisa bagi waktu, males latihan, suka kabur latihan basket gara-gara game,” ucap Andela sambil terus mengingat-mengingat seperti apa dulu

“Iya gitu?” Luthfi mengerutkan satu alisnya seolah tak percaya.

“Iya taau. Makanya aku gak suka kamu yang dulu,” ucap Andela disudahi dengan cubitan manja di perut Luthfi.

“Aawww. Sakit tau,” erang Luthfi. “Tapi aku yang sekarang suka kan?”

“Iyaa dong. Kalo enggak mana mau aku jadi pacar kamu?” Andela menggelayuti tangan kanan Luthfi dengan manjanya.

“Bisa aja kamu ndel.” Luthfi mengelus-elus rambut Andela dan diakhirinya dengan kecupan hangat. “Udah sore kita pulang yuk.”

Langit senja saat itu seolah menyuruh mereka untuk segera pergi dari lapang basket.

*~~~~*

Setelah melewati pengobatan jalan di rumah. Adit bisa menginjakan kembali kakinya di sekolah. Dia disambut hangat oleh teman-temannya, terutama oleh Elaine.

“Adiit, akhirnya kamu sekolah lagi,” ucap Elaine tersenyum tak kuasa menahan rasa senang ini.

“Iya len, ini semua berkat doa kamu juga,” balas Adit tersenyum kepadanya.

Dia lalu melewati Elaine yang duduk di bangku paling depan dan menghampiri teman-temannya. Salam khas anak muda mereka lakukan beberapa kali.

“Wees, akhirnya gue gak sendiri lagi nih duduk di belakang,” komentar Luthfi.

“Yaelah fi, suruh Andela pindah sini aja bisa kali,” balas Adit sambil duduk di kursi dan meletakan tas di atas meja.

“Gak aah, nanti gue malah pacaran bukannya belajar,” tolak Luthfi dengan muka cemberut lalu menyilangkan kedua tangannya.

“Belagu luh fi. Pasti di dalam hati lo mau kan?” ledek Raito.

“Sembarangan aja lo kalo ngomong,” bantah Luthfi.

“Iya bener kata lu to. Gue aja pengennya sekelas terus sama Shani biar bisa berduaan dan belajar bareng,” ucap Rizki sambil menutup mata, mengkhayalkan apa yang baru saja ia katakan.

“Huuuu, dasar lo muka mesum,” ledek Adit sambil mendorong tubuh Rizki.

“Haha, biarin.”

Canda mereka terganggu ketika Elaine dan yang lainnya menghampiri mereka. Topik obrolan beralih ke hal yang lebih berkualitas.

“Eh dit. Lo ikut latihan kan sekarang?” tanya Rafely saat jam sekolah sudah selesai.

“Ikutlah. Gimana jadinya tim kita kalo gak ada gue?” tanya Adit sambil membereskan peralatan belajarnya ke dalam tas.

“Yaelah, kemaren juga pas tanding lawan SMA J gak ada elo dit. Kita menang kok,” ledek Raito yang sedang merapihkan bajunya.

“Hahaha, iya to. Lo bener,” sambung Luthfi.

“Oh jadi gue gak dibutuhin lagi di tim? Oke gue gak bakalan latihan,” balas Adit yang tampak kesal.

“Yaelah dit, canda dikit ngapa?”

“Udah-udah ayo kita berangkat. Pelatih udah nunggu kita,” ajak Deri.

“Kalian mau latihan basket?” tanya Gracia menghentikan langkah 6 orang cowok ini.

“Iya gre,” balas Deri.

“Kalian yang semangat yaa latihannya. Kita juga latihan cheers juga sore ini,” ujar Michele dengan penuh semangat di wajahnya.

“Iyaa, kamu yang semangat latihannya fi. Tapi inget kesehatan kamu,” sambung Andela.

“Kamu juga dit. Jangan maksain kalo tubuh kamu masih sakit,” ucap Elaine pelan.

“Iya-iya ayo dah kita berangkat. Panas gue dengernya. Gak ada yang kasih semangat gue,” ucap Raito kesal. Dia berlalu dan meninggalkan sahabat-sahabatnya.

“Yaelah tuh bocah ngambek,” ucap Adit melihat tingkah laku Raito.

“Makasih yaah. Kalian juga semangat latihannya. Kita pergi dulu. Udah telat soalnya,” ucap Luthfi tergesa-gesa ia dan teman-temannya berjalan setengah lari mengejar Tyas.

Dug…duuug….duug….duug

Suara pantulan bola terdengar di seluruh penjuru lapangan. Sesudah melakukan beberapa pemanasan, mereka melatih kemampuan dasar dalam basket.

Suiiiing

Bruuph

Raito melempaskan bola ke arah ring dan masuk dengan mulus.

Suuiiiiinngg

Tangggh

Lemparan tiga point Adit membentur ring dengan begitu keras dan kembali terjatuh ke tanah.

“Ciih. Gini nih kalo udah lama gak latihan,” keluh Adit dalam hati.

Latihan dilanjut dengan latihan fisik dan latihan tanding. Setelah itu ada beberapa evaluasi dan saran yang diberikan pelatih.

“2 minggu lagi Turnamen basket akan dimulai. Bapak harap kalian terus berlatih dan jaga kesehatan kalian. Kali ini bapak ingin membawa pulang piala ke sekolah,” ucap Pelatih sambil melihat anak didiknya duduk berbaris rapih di depannya.

“Kamu fi, terus latih dunk-mu itu. Itu bisa jadi senjata saat pertandingan nanti,” ucap Pelatih melihat perkembangan Luthfi. “Kamu juga dit. Jangan sampai gara-gara kamu sakit beberapa minggu kemarin, 3 point mu jadi miss terus. Itu bisa membantu saat kita tertinggal jauh.”

Adit hanya menanggukan kepala dan bersedia untuk terus melatih kemampuannya.

“Yang lain juga terus kembangkan apa yang bapak arahkan di setiap latihan. Kecepatan dribble kamu Raito terus bertambah, bapak harap itu terus bertambah.”

“Siap pak,” ucap Raito sambil hormat kepada Pelatih.

“Bapak tidak ingin kalah lagi di babak penyisihan. Sekarang kita punya anggota baru, punya kemampuan baru. Bapak harap kalian bisa maju ke partai puncak dan memenangkannya.”

Setelah beberapa kata motivasi terlontar dari mulut Pelatih, latihan pun usai.

*~~~*

10 hari menuju pembukaan Turnamen Bola Basket ada satu orang perempuan dengan rambut ponytail dan pipi tembeb yang membuatnya sangat lucu, dan satu orang laki-laki bertubuh kekar dengan hidung mancung. Mereka berdua sedang duduk di sebuah bangku taman sambil menatap indahnya langit sore.

“Kamu itu len. Gak bosen apa bilang terima kasih terus sama aku?” kesal Adit saat mendengar kembali ucapan terima kasih yang keluar dari mulut gadis pecinta bebek ini.

“Hehe iyaa dit. Maaf, habisnya aku bingung harus balas jasa kamu pake apa?” balas Elaine sambil tersenyum tersipu malu

“Yaelah len, aku ikhlas kok. Toh aku bukan tukang ojek yang minta bayaran.” Adit sedikit menyunggingkan mulutnya dan melihat ke arah Elaine.

“Aku seneng bisa duduk berdua sama kamu di sini,” ucap Elaine, tangannya masih memegang minuman susu dalam kemasan.

Tersenyum, hanya itu respon yang dikeluarkan Adit.

“Len,”

“Hmm?”

“Luka yang dibuat Jeje sangat sempurna membekas di hati aku.” Angin sore bertiup perlahan menyentuh kulit. “Aku sampe gak bisa membuka hati lagi buat cewek lain.”

“Bertahun-tahun hati ini tertutup buat perempuan lain.” Wajah cemberut tampak jelas di wajah Elaine. “Tapi pintu itu terbuka dengan sempurna saat aku ketemu kamu len.”

Elaine kaget dengan kalimat terakhir yang terdengar. “Len.”

“I…iyaa?” Wajahnya sudah memerah tak karuan.

“Kamu mau kan jadi orang yang mengobati rasa sakit ini? Perempuan yang selalu ada menemaniku? Perempuan yang menerima aku dengan segala kekurangan dan kelebihannya?” ucap Adit dengan menatap Elaine dengan sangat serius.

Mata Elaine terbelalak, “Iy…iyaa diit,” jawabnya singkat. Dia tak bisa berbicara banyak karena gugup, yang terpenting dia mengiyakan aapa yang diinginkan Adit.

“Iyaa, aku mau dit,” tegas Elaine sambil tersenyum. Air mata kebahagiaan perlahan turun menyusuri pipinya.

Adit memegang wajah Elaine dan tangan yang satunya mengelus-elus pipinya. “Aku sayang sama kamu len. Aku gak mau orang lain menyakiti kamu. Aku akan melindungi kamu. Aku akan menjaga kamu. Aku cinta kamu bebek kecilku.” Wajah mereka sangat dekat, bahkan hembusan nafas Adit terasa oleh Elaine.

Senyum gadis pecinta boneka bebek ini semakin lebar. Dia sudah tak bisa berkata-kata lagi. Jantungnya berdegup sangat kencang.

Langit jingga menjadi saksi, matahari yang hanya menampakan setengah badan menyaksikan kedua insan yang sedang kasmaran itu.

Kecupan hangat di kening Elaine mengakhiri ungkapan cinta Adit. “Adiiit,” jerit Elaine sambil memeluk pria yang saat itu telah berstatus sebagai pacarnya. “Aku sayang kamu.”

Adit membalas pelukan Elaine, “Aku tau itu len. Kamu sangaaaat menyayangiku bukan?” goda teman Luthfi itu.

Tawa kecil terdengar setelah itu, “Iyaa dit.”

Setelah kejadian penculikan itu rasa cinta dan sayang tumbuh begitu cepat. Dan Adit pun mengungkapkan apa yang ia rasakan dan perasaannya disambut hangat oleh Elaine.

#ToBeContinued

1 Response to "Magic Love Part 43"

  1. sip (y) gk usah buru" biar hasilnya maksimal, coba bertahap aja 1 minggu sekali, seminggu 2x dst. ntar lambat laun bisa 1 day 1 part

    BalasHapus