Hallo sahabat KSJ48. Akhirnya beres juga. Udah dua hari beres sih. Tapi baru sempe upload sekarang. Kayaknya one day one partnya gak jalan. Gue mau coba ada jadwal upload tiap cerbung yang belum beres. Doain yah:)))
Happy Reading
#AsKriting
Suiiiing
Bruuph
Suara
lemparan bola memasuki ring terdengar di sore hari. Saat itu Luthfi sedang
berlatih sendirian. Dia melatih kemampuan menembaknya agar tidak meleset. Dia
mencoba dari segala jarak dan sudut.
“Bentar
lagi Turnamen basket. Gue harus makin kuat, gue mau bawa tim ini jadi juara,”
batin Luthfi yang sedang berkonsentrasi membidik ring basket sambil mendribble bola di tempat.
Peluh
keringat bercucuran membasahi seragam basket yang ia kenakan. Dia berlari ke
arah ring denngan bola yang masih dia dribble.
Satu langkah besar, satu langkah kecil dan ia melompat ke udara berusaha
menggapai ring. Luthfi memengang ring dengan tangan kirinya dan memasukan bola
dengan mantap menggunakan tangan kanannya.
“Gue
harus terus asah senjata mematikan ini,” Luthfi kembali membatin.
Saat
bola kembali memantul ke udara, cowok bertubuh tinggi itu dengan cepat kembali
mengambilnya berlari berputar ke belakang lalu melakukan hal yang sama.
Turnamen
Basket antar SMA sudah dekat. Meskipun Adit belum bisa berlatih Luthfi, Raito,
Rizki, Rafely,Tyan dan yang lainnya tetap berlatih sesuai jadwal latihan
mereka.
Tak
ingin dirinya menjadi beban, Luthfi menambah jadwal latihan sebanyak dua kali
lipat. Tentunya didukung dan selalu ditemani oleh pacarnya, Andela.
“Fi,
istirahat dulu,” teriak Andela di pinggir lapangan basket. Andela menyadari
pacarnya itu kelelahan, terlihat dari keringat dan hembusan nafasnya.
Luthfi
meninggalkan bola yang masih memantul berulang kali ke udara di tengah lapang
dan menghampiri pujaan hatinya.
“Niih..”
Andela membukakan tutup botol minuman dan menyerahkannya pada Luthfi.
Gleuk…gleuk….gleukkk..gleuukk..
“Aaaaah,
makasih ndel,” ucap Luthfi diakhiri dengan senyuman manis di wajahnya.
Andela
hanya mengangguk sambil tersenyum ke arah pacarnya itu. Melihat keringat yang
bercucuran di pelipis. Cewek berambut panjang itu mengeluarkan handuk dari tas
Luthfi dan mengelapnya dengan penuh kelembutan, “Kamu keringetan banget fi,”
ucapnya.
“Baiknya
pacar aku yang satu ini.” Luthfi mengambil handuk dari tangan Andela dan
mengacak-acak rambutnya. “Biar aku sendiri aja ndel.”
Turnamen
yang tinggal menghitung minggu itu membuat seorang Luthfi lebih rajin dalam
berlatih. Dia tak ingin kejadian tahun kemarin terulang kembali.
“Makasih
yaa, Ndel. Udah menemani aku latihan,” ucap Luthfi setelah memuaskan dahaganya
dengan tatapan lurus ke depan.
“Aku
lebih suka Luthfi yang sekarang daripada Luthfi yang dulu,” komentar Andela
sambil menatap wajah kekasihnya dengan penuh arti.
“Emang
dulu aku kayak gimana?” Luthfi menengok ke arah Andela dengan tatapan heran.
“Yaaa,
yang aku tau dulu kamu itu pemalas, gamers, gak bisa bagi waktu, males latihan,
suka kabur latihan basket gara-gara game,” ucap Andela sambil terus
mengingat-mengingat seperti apa dulu
“Iya
gitu?” Luthfi mengerutkan satu alisnya seolah tak percaya.
“Iya
taau. Makanya aku gak suka kamu yang dulu,” ucap Andela disudahi dengan cubitan
manja di perut Luthfi.
“Aawww.
Sakit tau,” erang Luthfi. “Tapi aku yang sekarang suka kan?”
“Iyaa
dong. Kalo enggak mana mau aku jadi pacar kamu?” Andela menggelayuti tangan
kanan Luthfi dengan manjanya.
“Bisa
aja kamu ndel.” Luthfi mengelus-elus rambut Andela dan diakhirinya dengan
kecupan hangat. “Udah sore kita pulang yuk.”
Langit
senja saat itu seolah menyuruh mereka untuk segera pergi dari lapang basket.
*~~~~*
Setelah
melewati pengobatan jalan di rumah. Adit bisa menginjakan kembali kakinya di
sekolah. Dia disambut hangat oleh teman-temannya, terutama oleh Elaine.
“Adiit,
akhirnya kamu sekolah lagi,” ucap Elaine tersenyum tak kuasa menahan rasa
senang ini.
“Iya
len, ini semua berkat doa kamu juga,” balas Adit tersenyum kepadanya.
Dia
lalu melewati Elaine yang duduk di bangku paling depan dan menghampiri
teman-temannya. Salam khas anak muda mereka lakukan beberapa kali.
“Wees,
akhirnya gue gak sendiri lagi nih duduk di belakang,” komentar Luthfi.
“Yaelah
fi, suruh Andela pindah sini aja bisa kali,” balas Adit sambil duduk di kursi
dan meletakan tas di atas meja.
“Gak
aah, nanti gue malah pacaran bukannya belajar,” tolak Luthfi dengan muka
cemberut lalu menyilangkan kedua tangannya.
“Belagu
luh fi. Pasti di dalam hati lo mau kan?” ledek Raito.
“Sembarangan
aja lo kalo ngomong,” bantah Luthfi.
“Iya
bener kata lu to. Gue aja pengennya sekelas terus sama Shani biar bisa berduaan
dan belajar bareng,” ucap Rizki sambil menutup mata, mengkhayalkan apa yang
baru saja ia katakan.
“Huuuu,
dasar lo muka mesum,” ledek Adit sambil mendorong tubuh Rizki.
“Haha,
biarin.”
Canda
mereka terganggu ketika Elaine dan yang lainnya menghampiri mereka. Topik
obrolan beralih ke hal yang lebih berkualitas.
“Eh
dit. Lo ikut latihan kan sekarang?” tanya Rafely saat jam sekolah sudah
selesai.
“Ikutlah.
Gimana jadinya tim kita kalo gak ada gue?” tanya Adit sambil membereskan
peralatan belajarnya ke dalam tas.
“Yaelah,
kemaren juga pas tanding lawan SMA J gak ada elo dit. Kita menang kok,” ledek
Raito yang sedang merapihkan bajunya.
“Hahaha,
iya to. Lo bener,” sambung Luthfi.
“Oh
jadi gue gak dibutuhin lagi di tim? Oke gue gak bakalan latihan,” balas Adit
yang tampak kesal.
“Yaelah
dit, canda dikit ngapa?”
“Udah-udah
ayo kita berangkat. Pelatih udah nunggu kita,” ajak Deri.
“Kalian
mau latihan basket?” tanya Gracia menghentikan langkah 6 orang cowok ini.
“Iya
gre,” balas Deri.
“Kalian
yang semangat yaa latihannya. Kita juga latihan cheers juga sore ini,” ujar
Michele dengan penuh semangat di wajahnya.
“Iyaa,
kamu yang semangat latihannya fi. Tapi inget kesehatan kamu,” sambung Andela.
“Kamu
juga dit. Jangan maksain kalo tubuh kamu masih sakit,” ucap Elaine pelan.
“Iya-iya
ayo dah kita berangkat. Panas gue dengernya. Gak ada yang kasih semangat gue,”
ucap Raito kesal. Dia berlalu dan meninggalkan sahabat-sahabatnya.
“Yaelah
tuh bocah ngambek,” ucap Adit melihat tingkah laku Raito.
“Makasih
yaah. Kalian juga semangat latihannya. Kita pergi dulu. Udah telat soalnya,”
ucap Luthfi tergesa-gesa ia dan teman-temannya berjalan setengah lari mengejar
Tyas.
Dug…duuug….duug….duug
Suara
pantulan bola terdengar di seluruh penjuru lapangan. Sesudah melakukan beberapa
pemanasan, mereka melatih kemampuan dasar dalam basket.
Suiiiing
Bruuph
Raito
melempaskan bola ke arah ring dan masuk dengan mulus.
Suuiiiiinngg
Tangggh
Lemparan
tiga point Adit membentur ring dengan begitu keras dan kembali terjatuh ke
tanah.
“Ciih.
Gini nih kalo udah lama gak latihan,” keluh Adit dalam hati.
Latihan
dilanjut dengan latihan fisik dan latihan tanding. Setelah itu ada beberapa
evaluasi dan saran yang diberikan pelatih.
“2
minggu lagi Turnamen basket akan dimulai. Bapak harap kalian terus berlatih dan
jaga kesehatan kalian. Kali ini bapak ingin membawa pulang piala ke sekolah,”
ucap Pelatih sambil melihat anak didiknya duduk berbaris rapih di depannya.
“Kamu
fi, terus latih dunk-mu itu. Itu bisa
jadi senjata saat pertandingan nanti,” ucap Pelatih melihat perkembangan
Luthfi. “Kamu juga dit. Jangan sampai gara-gara kamu sakit beberapa minggu
kemarin, 3 point mu jadi miss terus.
Itu bisa membantu saat kita tertinggal jauh.”
Adit
hanya menanggukan kepala dan bersedia untuk terus melatih kemampuannya.
“Yang
lain juga terus kembangkan apa yang bapak arahkan di setiap latihan. Kecepatan dribble kamu Raito terus bertambah,
bapak harap itu terus bertambah.”
“Siap
pak,” ucap Raito sambil hormat kepada Pelatih.
“Bapak
tidak ingin kalah lagi di babak penyisihan. Sekarang kita punya anggota baru,
punya kemampuan baru. Bapak harap kalian bisa maju ke partai puncak dan
memenangkannya.”
Setelah
beberapa kata motivasi terlontar dari mulut Pelatih, latihan pun usai.
*~~~*
10
hari menuju pembukaan Turnamen Bola Basket ada satu orang perempuan dengan
rambut ponytail dan pipi tembeb yang membuatnya sangat lucu, dan satu orang
laki-laki bertubuh kekar dengan hidung mancung. Mereka berdua sedang duduk di
sebuah bangku taman sambil menatap indahnya langit sore.
“Kamu
itu len. Gak bosen apa bilang terima kasih terus sama aku?” kesal Adit saat
mendengar kembali ucapan terima kasih yang keluar dari mulut gadis pecinta
bebek ini.
“Hehe
iyaa dit. Maaf, habisnya aku bingung harus balas jasa kamu pake apa?” balas
Elaine sambil tersenyum tersipu malu
“Yaelah
len, aku ikhlas kok. Toh aku bukan tukang ojek yang minta bayaran.” Adit
sedikit menyunggingkan mulutnya dan melihat ke arah Elaine.
“Aku
seneng bisa duduk berdua sama kamu di sini,” ucap Elaine, tangannya masih
memegang minuman susu dalam kemasan.
Tersenyum,
hanya itu respon yang dikeluarkan Adit.
“Len,”
“Hmm?”
“Luka
yang dibuat Jeje sangat sempurna membekas di hati aku.” Angin sore bertiup
perlahan menyentuh kulit. “Aku sampe gak bisa membuka hati lagi buat cewek
lain.”
“Bertahun-tahun
hati ini tertutup buat perempuan lain.” Wajah cemberut tampak jelas di wajah
Elaine. “Tapi pintu itu terbuka dengan sempurna saat aku ketemu kamu len.”
Elaine
kaget dengan kalimat terakhir yang terdengar. “Len.”
“I…iyaa?”
Wajahnya sudah memerah tak karuan.
“Kamu
mau kan jadi orang yang mengobati rasa sakit ini? Perempuan yang selalu ada
menemaniku? Perempuan yang menerima aku dengan segala kekurangan dan
kelebihannya?” ucap Adit dengan menatap Elaine dengan sangat serius.
Mata
Elaine terbelalak, “Iy…iyaa diit,” jawabnya singkat. Dia tak bisa berbicara
banyak karena gugup, yang terpenting dia mengiyakan aapa yang diinginkan Adit.
“Iyaa,
aku mau dit,” tegas Elaine sambil tersenyum. Air mata kebahagiaan perlahan
turun menyusuri pipinya.
Adit
memegang wajah Elaine dan tangan yang satunya mengelus-elus pipinya. “Aku
sayang sama kamu len. Aku gak mau orang lain menyakiti kamu. Aku akan melindungi
kamu. Aku akan menjaga kamu. Aku cinta kamu bebek kecilku.” Wajah mereka sangat
dekat, bahkan hembusan nafas Adit terasa oleh Elaine.
Senyum
gadis pecinta boneka bebek ini semakin lebar. Dia sudah tak bisa berkata-kata
lagi. Jantungnya berdegup sangat kencang.
Langit
jingga menjadi saksi, matahari yang hanya menampakan setengah badan menyaksikan
kedua insan yang sedang kasmaran itu.
Kecupan hangat di kening Elaine mengakhiri ungkapan cinta Adit. “Adiiit,” jerit Elaine
sambil memeluk pria yang saat itu telah berstatus sebagai pacarnya. “Aku sayang
kamu.”
Adit
membalas pelukan Elaine, “Aku tau itu len. Kamu sangaaaat menyayangiku bukan?”
goda teman Luthfi itu.
Tawa
kecil terdengar setelah itu, “Iyaa dit.”
Setelah
kejadian penculikan itu rasa cinta dan sayang tumbuh begitu cepat. Dan Adit pun
mengungkapkan apa yang ia rasakan dan perasaannya disambut hangat oleh Elaine.
#ToBeContinued
sip (y) gk usah buru" biar hasilnya maksimal, coba bertahap aja 1 minggu sekali, seminggu 2x dst. ntar lambat laun bisa 1 day 1 part
BalasHapus