Hallo sahabat KSJ48. Akhirnya gue bisa nulis The End. Padahal baru mini series sih. Semoga aja gue cepet-cepet bisa nulis The End di cerbung gue. Soalnya ide cerita lain udah bejibul banyak. Tapi kalo yang dulu-dulu belum beres , gue rasa percuma.
Happy Reading
#AsKriting
Sungguh
mengenaskan nasib fans yang terkena siraman air aki. Seluruh kulitnya melepuh
dan ia jatuh pingsan.
“Oke
temen-temen kita harus hati-hati, komando ada di gue. Kata Ve dia ada di lantai
3.”
Kelima
fans ini begitu berhati-hati dalam melangkah, pemandangan yang begitu
menjijikan tak sedap dipandang berusaha mereka tahan.
Praat
Tuiiing
Craaats
Seorang
fans memutuskan sebuah benang yang melintang di bawah lutunya. Benang putus itu
berdampak melayangnya sebuah pisau tajam entah darimana tepat mengenai
jantungnya dengan kecepatan tinggi.
Fans
yang lain hanya bisa menahan jeritan mereka, menahan rasa takut, itu sudah
resiko dia. Mereka berempat lanjut menuju lantai berikunya.
Saat
membuka pintu masuk ke lantai dua, mereka membukanya dengan hati-hati. Takut
ada jebakan yang siap menanti mereka.
Pintu
terbuka, tak ada yang terjadi. Mereka melangkah satu persatu dengan penuh
hati-hati.
Salah
satu fans terpeleset karena lantai yang licin, ia terjatuh dan tubuhnya menekan
suatu tombol. Dari langit-langit ruangan jatuh sebuah besi runcing yang
beratnya kurang lebih 50 kg menimpa wajahnya. Fans tersebut langsung mati di
tempat dengan keadaan wajah yang sudah tak berbentuk.
Sisa
tiga orang pemberani, mereka tetap melanjutkan perjalanan menuju lantai 3.
“Kita
harus yakin, kita bisa menyelamatkan Ve dan pulang dengan selamat,” ujar
seorang fans.
“Iya,
kita berdoa aja untuk keselamatan kita semua.”
Mereka
melangkah kembali, dengan langkah yang semakin berhati-hati setelah kematian
dua orang teman mereka.
Saat
menemukan pintu masuk ke lantai tiga, ketiga fans ini tidak bisa membuka pintu
karena terkunci. Alhasil mereka harus mencari kunci terlebih dahulu.
Seorang
fans melihat sebuah kotak kecil menempel di dinding bertuliskan kotak kunci. Ia
bergegas membukanya.
“Bob,
jangan dibuka….”
Duaaar
Namun
ketika dibuka sebuah bom granat berukuran kecil sudah tanpa pengaman meledak tepat
di wajahnya. Kepala orang tersebut ancur berkeping-keping, otaknya berhamburan
keluar darahnya mengalir deras membanjiri lantai.
Salah
satu fans wanita yang ikut dalam misi, tiba-tiba mengeluarkan isi perutnya
karena tak kuat menahan jijiknya hal yang ia lihat.
“Ayo
tan, kita lanjutkan cari kunci itu,” ujar Alfi. Ia memeriksa kembali kotak
kunci tersebut dan memang kunci pintu itu ada di sana, hanya saja harus
mengorbankan nyawa untuk membuka kotak tersebut.
*~~~*
Di
sisi lain, di lantai tiga, Luthfi sedang asyik-asyiknya menggoda seorang
bidadari yang berwujud manusia.
Ve
tampak begitu mencemaskan nasib fans yang ia pilih untuk menyelamatkannya.
Hatinya akan sangat bersalah apabila ada seorang saja fans yang mati karena
dirinya.
“Tenang
Ve, jangan khawatir seperti itu. Jika mereka cukup pintar untuk menghindari
jebakanku, mereka akan selamat sampai sini.” ucap L. Tetap dengan tangan yang
memainkan sebuah pisau di depan wajah Ve.
“Mungkin
gue mau kasih kenang-kenangan buat lo.”
“Aaaaaaaahhhh,
periiih,” erang Ve kesakitan.
Pipinya
yang terkenal seperti bakpao. Pipi putih dan mulus itu harus dikotori oleh
darah. L menulis huruf ‘L’ di atas pipi Ve menggunakan pisau.
“Heeey,
penjahaat lepaskan oshi gueee,” teriak dua orang fans saat berhasil mendobrak
pintu masuk ke ruangan L dan Ve berada.
“Waaawww,
selamaat kalian berhasil dengan selamat masuk ke ruangan ini.”
“Nampaknya
aku mengenali wajahmu,” sambung L.
“Kak
L? kakak ngapain di sini? Jangan-jangan….” Ucap fans Ve yang bernama Intan itu.
“Haaii,adikku
tercinta. Lama tak berjumpa, sepertinya keadaanmu baik-baik saja.”
“Aku
gak nyangka kak L ngelakuin hal kejam kayak gini.”
“Iya,
emang ini perbuatan kakak.”
“Kenapaa
kak?”
“Tentu
saja menyenangkan, seperti waktu itu kakak membunuh ayah.”
Perdebatan
adik kakak ini semakin memanas, Intan begitu kecewa melihat kakaknya yang
berubah menjadi seorang psyco path.
“Mending
sekarang lo lepasin Ve.” Ancam Alfi sambil menodongkan pisau dapur, ia melihat
idolanya menangis ketakutan bercampur rasa sakit.
“Eeeiiitss.
Santai dulu bro. Kita main game dulu, yang menang boleh bawa Ve. Gimana?” tanya
L.
“Game
apa?”
Luthfi
menekan sebuah saklar lampu, dan dua buah meja yang jaraknya agak jauh
berhadapan. di atasnya ada sekitar 10 pisau.
Ruangan
agak terang, Luthfi berjalan mendekati mereka berdua dan menjelaskan tata cara
bermain game.
“Tahu
permainan kertas gunting batu kan? Kita cuman main itu kok, tapi gue ubah
dikit.”
“Yang
menang berhak melemparkan sebuah pisaunya ke arah musuh, Musuh boleh menghindar
tapi gak boleh pergi dari tempat, hanya badan saja yang bergerak menghindar.. Game
berakhir sampai ada yang mati di antara kita. Gak boleh ada yang ngebantu,
walaupun sudah ada yang sekarat. Gimana? Gampang kan gamenya?” tanya L sambil
tersenyum jahat.
“Yaudah,
gue terima tantangan lo main game ini. Asal kalo gue menang, gue bisa bawa Ve
pulang.” Jawab Alfi.
“Oke,
tak masalah. Toh kalo lo menang berarti gue udah mati.”
Permainan
pun dimulai. Ve hanya bisa berkata, “Semangat Alfi, jangan sampe kalah.” Namun
ucapan itu sudah menjadi suntikan semangat untuk dirinya. L dan Alfi
memposisikan diri mereka di samping meja tempat senjata mereka.
“Siap?”
“Anytime.”
“Kertas
gunting batu,”
L
menang, ia dengan cepat melemparkan sebuah pisau tajam ke arah Alfi. Tak bisa
mengelak, Alfi menahan serangannya itu dengan tangan kirinya.
Permainan
terus berlanjut, di putaran selanjutnya L kembali menang. Alfi berusaha
menghindar namun pisau tersebut berhasil tertancap di bahu kanannya.
Kejadian
terus seperti itu, sampai 5 putaran, Alfi sudah terluka parah. Bagian perut
kiri, kaki kanan dan kiri pun tak luput dari serangan L.
Sampai
pada putaran ketujuh, Alfi berhasil memenangkan putaran tersebut. Dengan sisa
tenaga ia melemparkan sebuah pisau namun meleset, hanya berhasil menggores pipi
L.
L
mengusap darah yang keluar dan menjilatnya. Raut wajahnya semakin menakutkan,
aura seorang pembunuh semakin terasa, “Lo gak bakalan bisa bunuh gue kalo gini
caranya.”
Putaran
selanjutnya, L terus memenangkan putaran, bahkan sampai ia mengeluarkan pisau
cadangan yang berada di dalam laci meja. Alfi semakin lemah, tangannya bahkan
sudah tak bisa membentuk kertas gunting maupun batu.
“Wah,
lo udah gak bisa lanjut maen nih. Bye…byee”
Ia
lalu menyerang Alfi secara bertubi-tubi. Tubuh kekar Alfi jatuh tergeletak tak
bertenaga.
“Ve,
larilaah,” ucapnya lirih. Alfi pingsan karena tak mampu menahan rasa sakit.
“Sudah
kak L. Cukup,” jerit Intan.
Ve
hanya bisa memejamkan mata sambil menangis. Sungguh ia tak kuasa melihat
perjuangan fansnya sampai mengorbankan nyawa demi dirinya.
“Oke,
Intan apa kamu mau bermain?” tanya L dengan nada meledek.
“Ayo,
siapa takut. Kak Ve harus selamat,” jawab Intan.
“Udah
tan, kamu gak perlu ladenin kakak kamu. Mending kamu pergi aja, biar kak Ve
yang mati di sini. Kakak sudah gak sanggup liat fans kakak yang mati.”
“Gak
mau, kak Ve tenang saja, aku akan memenangkan game ini.” ucap Intan dengan
percaya dirinya.
Kebaikan
selalu saja menemukan jalan mengalahkan kejahatan. Di permainan kedua, Intan
terus memenangkan pertandingan Suit itu
sampai 5 kali putaran, namun semua serangannya belum mampu membuat L
terluka parah. Dia malah tersenyum meresapi rasa sakit dan perih akibat luka
tusukan pisau tersebut.
“Waaww,
fantastis,” komentarnya. Tak ada raut muka kesakitan.
“Kalo
gini terus, lo gak bakalan bisa bunuh kakak tan.”
Di
putaran selanjutnya, L hanya diberi kesempatan untuk menyerang sekali. Dan
perlahan namun pasti Intan terus melemparkan pisau demi pisau ke tubuh L.
Setelah
putaran ke 20, tubuh L jatuh tak kuasa menahan rasa sakit.
“Hahahahahahahah,”
di saat detik-detik terakhirnya ia masih saja tertawa.
“Gak
nyangka, ternyata yang berhasil membunuh gue itu. Adik gue sendiri,” komentar
L.
Melihat
L yang sudah sekarat, Intan langsung membebaskan borgol yang menjerat tangan
Ve, menggunakan kunci yang berada di atas meja samping sofa.
“Ayo
kak, kita kabur.”
Dengan
sisa-sisa tenaga kedua gadis ini melarikan diri dari losmen tersebut,
meninggalkan sebuah memori buruk.
“Uhuk-uhuk,”
“Seneng
banget gue malam ini, bisa maen game of death sama adik gue.”
Tubuh
L harus menahan 15 pisau lebih yang menancap kokoh di berbagai bagian tubuhnya.
Akhirnya kejahatan kasus fans JKT48, terselesaikan malam itu. Malam yang begitu
mencekam.
*~~~*
Setelah
kejadian itu, polisi datang dan mengevakuasi korban dan membereskan kasus
pembunuhan ini. Para jasad korban termasuk L di semayamkan di TPU.
Pihak
JOT menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang, dan berusaha untuk
tidak membesar-besarkan berita ini.
Ve
kembali menjalankan aktivitas biasanya sebagai member JKT48. Menari bernyanyi
di atas panggung menghibur fansnya. Semenjak kejadian itu dia begitu dekat
dengan Intan, orang yang menyelamatkan member JKT48 tersebut.
Namun
terkadang malam mencekam itu kembali teringat, ketika dia duduk di meja hias
dan melihat luka sayatan berbentuk L yang masih berbekas. Dia seolah melihat L
berdiri di belakang sambil tersenyum jahat kepadanya.
The
End~