Psyco Path (5)


Hallo sahabat KSJ48. Akhirnya gue bisa nulis The End. Padahal baru mini series sih. Semoga aja gue cepet-cepet bisa nulis The End di cerbung gue. Soalnya ide cerita lain udah bejibul banyak. Tapi kalo yang dulu-dulu belum beres , gue rasa percuma.

Happy Reading
#AsKriting



Sungguh mengenaskan nasib fans yang terkena siraman air aki. Seluruh kulitnya melepuh dan ia jatuh pingsan.

“Oke temen-temen kita harus hati-hati, komando ada di gue. Kata Ve dia ada di lantai 3.”

Kelima fans ini begitu berhati-hati dalam melangkah, pemandangan yang begitu menjijikan tak sedap dipandang berusaha mereka tahan.

Praat

Tuiiing

Craaats

Seorang fans memutuskan sebuah benang yang melintang di bawah lutunya. Benang putus itu berdampak melayangnya sebuah pisau tajam entah darimana tepat mengenai jantungnya dengan kecepatan tinggi.

Fans yang lain hanya bisa menahan jeritan mereka, menahan rasa takut, itu sudah resiko dia. Mereka berempat lanjut menuju lantai berikunya.

Saat membuka pintu masuk ke lantai dua, mereka membukanya dengan hati-hati. Takut ada jebakan yang siap menanti mereka.

Pintu terbuka, tak ada yang terjadi. Mereka melangkah satu persatu dengan penuh hati-hati.

Salah satu fans terpeleset karena lantai yang licin, ia terjatuh dan tubuhnya menekan suatu tombol. Dari langit-langit ruangan jatuh sebuah besi runcing yang beratnya kurang lebih 50 kg menimpa wajahnya. Fans tersebut langsung mati di tempat dengan keadaan wajah yang sudah tak berbentuk.

Sisa tiga orang pemberani, mereka tetap melanjutkan perjalanan menuju lantai 3.

“Kita harus yakin, kita bisa menyelamatkan Ve dan pulang dengan selamat,” ujar seorang fans.

“Iya, kita berdoa aja untuk keselamatan kita semua.”

Mereka melangkah kembali, dengan langkah yang semakin berhati-hati setelah kematian dua orang teman mereka.

Saat menemukan pintu masuk ke lantai tiga, ketiga fans ini tidak bisa membuka pintu karena terkunci. Alhasil mereka harus mencari kunci terlebih dahulu.

Seorang fans melihat sebuah kotak kecil menempel di dinding bertuliskan kotak kunci. Ia bergegas membukanya.

“Bob, jangan dibuka….”

Duaaar

Namun ketika dibuka sebuah bom granat berukuran kecil sudah tanpa pengaman meledak tepat di wajahnya. Kepala orang tersebut ancur berkeping-keping, otaknya berhamburan keluar darahnya mengalir deras membanjiri lantai.

Salah satu fans wanita yang ikut dalam misi, tiba-tiba mengeluarkan isi perutnya karena tak kuat menahan jijiknya hal yang ia lihat.

“Ayo tan, kita lanjutkan cari kunci itu,” ujar Alfi. Ia memeriksa kembali kotak kunci tersebut dan memang kunci pintu itu ada di sana, hanya saja harus mengorbankan nyawa untuk membuka kotak tersebut.

*~~~*

Di sisi lain, di lantai tiga, Luthfi sedang asyik-asyiknya menggoda seorang bidadari yang berwujud manusia.

Ve tampak begitu mencemaskan nasib fans yang ia pilih untuk menyelamatkannya. Hatinya akan sangat bersalah apabila ada seorang saja fans yang mati karena dirinya.

“Tenang Ve, jangan khawatir seperti itu. Jika mereka cukup pintar untuk menghindari jebakanku, mereka akan selamat sampai sini.” ucap L. Tetap dengan tangan yang memainkan sebuah pisau di depan wajah Ve.

“Mungkin gue mau kasih kenang-kenangan buat lo.”

“Aaaaaaaahhhh, periiih,” erang Ve kesakitan.

Pipinya yang terkenal seperti bakpao. Pipi putih dan mulus itu harus dikotori oleh darah. L menulis huruf ‘L’ di atas pipi Ve menggunakan pisau.

“Heeey, penjahaat lepaskan oshi gueee,” teriak dua orang fans saat berhasil mendobrak pintu masuk ke ruangan L dan Ve berada.

“Waaawww, selamaat kalian berhasil dengan selamat masuk ke ruangan ini.”

“Nampaknya aku mengenali wajahmu,” sambung L.

“Kak L? kakak ngapain di sini? Jangan-jangan….” Ucap fans Ve yang bernama Intan itu.

“Haaii,adikku tercinta. Lama tak berjumpa, sepertinya keadaanmu baik-baik saja.”

“Aku gak nyangka kak L ngelakuin hal kejam kayak gini.”

“Iya, emang ini perbuatan kakak.”

“Kenapaa kak?”

“Tentu saja menyenangkan, seperti waktu itu kakak membunuh ayah.”

Perdebatan adik kakak ini semakin memanas, Intan begitu kecewa melihat kakaknya yang berubah menjadi seorang psyco path.

“Mending sekarang lo lepasin Ve.” Ancam Alfi sambil menodongkan pisau dapur, ia melihat idolanya menangis ketakutan bercampur rasa sakit.

“Eeeiiitss. Santai dulu bro. Kita main game dulu, yang menang boleh bawa Ve. Gimana?” tanya L.

“Game apa?”

Luthfi menekan sebuah saklar lampu, dan dua buah meja yang jaraknya agak jauh berhadapan. di atasnya ada sekitar 10 pisau.

Ruangan agak terang, Luthfi berjalan mendekati mereka berdua dan menjelaskan tata cara bermain game.

“Tahu permainan kertas gunting batu kan? Kita cuman main itu kok, tapi gue ubah dikit.”

“Yang menang berhak melemparkan sebuah pisaunya ke arah musuh, Musuh boleh menghindar tapi gak boleh pergi dari tempat, hanya badan saja yang bergerak menghindar.. Game berakhir sampai ada yang mati di antara kita. Gak boleh ada yang ngebantu, walaupun sudah ada yang sekarat. Gimana? Gampang kan gamenya?” tanya L sambil tersenyum jahat.

“Yaudah, gue terima tantangan lo main game ini. Asal kalo gue menang, gue bisa bawa Ve pulang.” Jawab Alfi.

“Oke, tak masalah. Toh kalo lo menang berarti gue udah mati.”

Permainan pun dimulai. Ve hanya bisa berkata, “Semangat Alfi, jangan sampe kalah.” Namun ucapan itu sudah menjadi suntikan semangat untuk dirinya. L dan Alfi memposisikan diri mereka di samping meja tempat senjata mereka.

“Siap?”

“Anytime.”

“Kertas gunting batu,”

L menang, ia dengan cepat melemparkan sebuah pisau tajam ke arah Alfi. Tak bisa mengelak, Alfi menahan serangannya itu dengan tangan kirinya.

Permainan terus berlanjut, di putaran selanjutnya L kembali menang. Alfi berusaha menghindar namun pisau tersebut berhasil tertancap di bahu kanannya.

Kejadian terus seperti itu, sampai 5 putaran, Alfi sudah terluka parah. Bagian perut kiri, kaki kanan dan kiri pun tak luput dari serangan L.

Sampai pada putaran ketujuh, Alfi berhasil memenangkan putaran tersebut. Dengan sisa tenaga ia melemparkan sebuah pisau namun meleset, hanya berhasil menggores pipi L.

L mengusap darah yang keluar dan menjilatnya. Raut wajahnya semakin menakutkan, aura seorang pembunuh semakin terasa, “Lo gak bakalan bisa bunuh gue kalo gini caranya.”

Putaran selanjutnya, L terus memenangkan putaran, bahkan sampai ia mengeluarkan pisau cadangan yang berada di dalam laci meja. Alfi semakin lemah, tangannya bahkan sudah tak bisa membentuk kertas gunting maupun batu.

“Wah, lo udah gak bisa lanjut maen nih. Bye…byee”

Ia lalu menyerang Alfi secara bertubi-tubi. Tubuh kekar Alfi jatuh tergeletak tak bertenaga.

“Ve, larilaah,” ucapnya lirih. Alfi pingsan karena tak mampu menahan rasa sakit.

“Sudah kak L. Cukup,” jerit Intan.

Ve hanya bisa memejamkan mata sambil menangis. Sungguh ia tak kuasa melihat perjuangan fansnya sampai mengorbankan nyawa demi dirinya.


“Oke, Intan apa kamu mau bermain?” tanya L dengan nada meledek.

“Ayo, siapa takut. Kak Ve harus selamat,” jawab Intan.

“Udah tan, kamu gak perlu ladenin kakak kamu. Mending kamu pergi aja, biar kak Ve yang mati di sini. Kakak sudah gak sanggup liat fans kakak yang mati.”

“Gak mau, kak Ve tenang saja, aku akan memenangkan game ini.” ucap Intan dengan percaya dirinya.

Kebaikan selalu saja menemukan jalan mengalahkan kejahatan. Di permainan kedua, Intan terus memenangkan pertandingan Suit itu  sampai 5 kali putaran, namun semua serangannya belum mampu membuat L terluka parah. Dia malah tersenyum meresapi rasa sakit dan perih akibat luka tusukan pisau tersebut.

“Waaww, fantastis,” komentarnya. Tak ada raut muka kesakitan.

“Kalo gini terus, lo gak bakalan bisa bunuh kakak tan.”

Di putaran selanjutnya, L hanya diberi kesempatan untuk menyerang sekali. Dan perlahan namun pasti Intan terus melemparkan pisau demi pisau ke tubuh L.

Setelah putaran ke 20, tubuh L jatuh tak kuasa menahan rasa sakit.

“Hahahahahahahah,” di saat detik-detik terakhirnya ia masih saja tertawa.

“Gak nyangka, ternyata yang berhasil membunuh gue itu. Adik gue sendiri,” komentar L.

Melihat L yang sudah sekarat, Intan langsung membebaskan borgol yang menjerat tangan Ve, menggunakan kunci yang berada di atas meja samping sofa.

“Ayo kak, kita kabur.”

Dengan sisa-sisa tenaga kedua gadis ini melarikan diri dari losmen tersebut, meninggalkan sebuah memori buruk.

“Uhuk-uhuk,”

“Seneng banget gue malam ini, bisa maen game of death sama adik gue.”

Tubuh L harus menahan 15 pisau lebih yang menancap kokoh di berbagai bagian tubuhnya. Akhirnya kejahatan kasus fans JKT48, terselesaikan malam itu. Malam yang begitu mencekam.

*~~~*

Setelah kejadian itu, polisi datang dan mengevakuasi korban dan membereskan kasus pembunuhan ini. Para jasad korban termasuk L di semayamkan di TPU.

Pihak JOT menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang, dan berusaha untuk tidak membesar-besarkan berita ini.

Ve kembali menjalankan aktivitas biasanya sebagai member JKT48. Menari bernyanyi di atas panggung menghibur fansnya. Semenjak kejadian itu dia begitu dekat dengan Intan, orang yang menyelamatkan member JKT48 tersebut.

Namun terkadang malam mencekam itu kembali teringat, ketika dia duduk di meja hias dan melihat luka sayatan berbentuk L yang masih berbekas. Dia seolah melihat L berdiri di belakang sambil tersenyum jahat kepadanya.

The End~