Typo?(1)


Hallo sahabat KSJ48. Mini series ini terinspirasi dari twit Ayana yang suka typo. Gue coba buat ceritanya. Moga aja seru. Happy Reading :v
Penulis. Ya. Pengarang cerita-cerita pendek maupun novel. Aku berada diantara lingkungan pertemanan yang suka membuat karya tulis. Entah itu, cerpen, novel, maupun puisi.
Aku sendiri, masih sebagai readers sejati yang selalu menanti karya-karya baru dari temanku. Aku selalu dibuat kagum, setelah membaca cerpen karya temanku, Luthfi.
Lelaki bertubuh tinggi ini, sangat berbakat merangkai kata menjadi satu alur cerita yang membuat para pembacanya terbawa masuk ke dalam cerita.
"Ay, gw punya cerpen baru nih," ucap Luthfi, pagi itu jam pertama belum dimulai. Sehingga aku bisa mengobrol bersama teman sebangkuku, Luthfi.
Aku menanggapi ucapan Luthfi dengan penuh semangat. Pasalnya, sudah seminggu lamanya, aku tidak membaca cerpen karyanya.
"Mana fi. Judulnya apa? Aku mau baca donk" balasku. Jantungku memompa darah lebih cepat, menandakan diriku begitu tak sabar ingin segera membaca cerpen karya Luthfi itu.
"Judulnya, Adik Kecilku ay. Dijamin lo bakalan nangis deh," jawab Luthfi. Otakku terus menerawang, menerka-nerka isi cerita cerpen itu.
"Mana fi cerpennya, aku pengen cepet-cepet baca," pintaku. Aku merengek-rengek kepada Luthfi, bak seorang anak kecil yang meminta uang jajan kepada ayahnya.
"Eitss, nanti duls~. Sekarang kita belajar dulu, nanti istirahat yah."
Aku melirik kedepan kelas, dan ternyata bu Dewi sudah masuk. Aku hanya bisa menghela nafas tanda kecewa tak bisa langsung membaca cerpen Adik Kecilku itu.
Terpaksa ku tahan hasrat membacaku. Dan mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya.
Tak tau kenapa, tangan dan kakiku tidak bisa diam. Mereka melakukan pergerakan kecil yang sama sekali tidak diperintahkan oleh otakku. Apa itu pertanda aku ingin segera membaca cerpen Luthfi ? Sabar ay. Sabar.
Aku sudah tak bisa fokus, tatapanku boleh memandang bu Dewi, dan seolah sedang memperhatikannya. Namun didalam otakku lain topik, terus terngiang-ngiang dalam pikiranku tentang cerpen Luthfi. Berpuluh-puluh pertanyaan menghantui otakku.
Teng..tong...teng...teng
Akhirnya, bunyi bel yang sedari tadi aku tunggu-tunggu, terdengar juga. Aku langsung menagih janji kepada Luthfi.
"fi, mana?" tanyaku sambil mengadahkan tanganku.
"Buset dah, ini putri tidur gak sabaran banget sih," balas Luthfi. Ia tampak risih, baru saja bu Dewi keluar dari kelas, aku langsung menagih janjinya.
"Ayo cepetlah fi," rengekku kembali. Aku sudah tak sabar ingin membacanya.
"Yaudah, nih-nih," balas Luthfi sambil menyerahkan Handphone miliknya.
Luthfi paling suka menulis cerpen di Hpnya. Lebih praktis dan lebih mudah daripada harus menulis dibuku.
Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya, nafasku agak tidak beraturan saat menerima Hp dari Luthfi. Perlahan aku baca judul cerpennya 'Adik Kecilku.'
"Ay, gw ke kantin dulu yah." Aku mendengar suara Luthfi berpamitan ke kantin, tapi aku menghiraukan ucapan Luthfi, karena sudah terlarut dalam cerita delusi yang selalu membuat hati ini terhibur.
.
.
.
.
.
.
.
"Eh ?" Aku kaget saat air mataku tiba-tiba mengalir membasahi pipiku, nafasku terisak-isak, membuat kedua pundakku terangkat keatas secara otomatis.
Aku takut ada orang yang melihatku menangis, segera kuseka air mata itu menggunakan punggung telapak tanganku.
.
.
.
.
Aku menarik nafas sedalam-dalamnya, terasa dihidung ada ingus yang menghalangiku untuk menghirup oksigen, membuat suara isakan terdengar jelas.
Aku lalu menghembuskan oksigen yang aku hirup ke udara bebas menggunakan mulut. Itu cukup untuk membuatku tenang. Keren. Emang bener, cerpen itu bisa buat aku terharu.
Mataku sudah kebanjiran air mata, pipiku juga tak luput dari air mata terharu itu. Ku ambil tissue didalam tasku. Segera ku bersihkan semua air mata yang membasahi wajahku.
Telingaku mendengar suara pekikan tawa temanku. Kulirik sumber suara itu, ternyata ada dua temanku yang sedari tadi sedang mentertawakanku.
"Kamu kenapa ay ?" tanyanya ditengah tawa yang sedang melanda dirinya.
Aku hanya melengkungkan mulutku lalu berkata, "Gak, aku gak apa-apa kok." Kepala ini ku gelengkan untuk mempermantap jawabanku.
Kulanjutkan kembali mengelap wajahku dengan tissue. Takut penampilanku menjadi acak-acakan, ku keluarkan kaca dari tasku.
Kulihat mataku sudah sembab dan terlihat agak memerah. Luthfi berhasil membuat cerpen yang bisa membuatku menangis.
Author cerpen 'Adik kecilku' akhirnya kembali dari kantin. Saat bola matanya melihatku, dia langsung melemparkan senyum kearahku.
"Tuh kan lo nangis. Sedih yah ceritanya," Luthfi berkata sambil duduk disebelahku.
Aku tak tau maksudnya Luthfi itu meledekku atau sedang berbangga diri. Intinya dia bisa membuatku menangis.
"Iya fi, sedih banget. Aku jadi ngerasa kalo aku yang jadi kakaknya Yupi." Tanganku masih sibuk mengelap sisa-sisa air mata yang masih tertinggal dimataku.
"Sip, kalo lo mau baca cerpen gw yang lainnya, bisa liat di blog gw," ucap Luthfi.
"Emang kamu punya blog fi ?." Aku masih belum percaya dia punya blog sendiri. Baru hari ini aku diberi tau.
"Punyalah. Buka aja kreatifstoryjkt48.blogspot.com. Cerpen karya gw, gw post kesana." Sekilas aku lihat eskpresinya begitu bangga mempunyai blog sendiri, tangannya menepuk pelan dadanya, menambah keyakinanku, kalau memang benar Luthfi punya blog sendiri.
"Ok, kalo ada waktu, aku baca deh," ucapku.
*~~~*
Diwaktu senggang, sesekali aku membuka blognya Luthfi. Memang benar seperti yang dikatakan Luthfi. Cerita yang ia buat keren-keren, meskipun masih banyak tulisannya yang typo, sama penulisan EYD, tanda bacanya yang masih semerawut. Tapi overall, aku acungin dua jempol buat dia.
Entah bisikan darimana, terbesit niat dihatiku untuk membuat cerpenku sendiri. Kan enak, aku bisa jadi tokoh utama di cerita itu.
Dan otakku langsung merespon, setelah membaca Jendela Kehidupan, aku mendapatkan ide cerita yang ku kira akan menarik.
"Aku ingin mendengar suaramu," ucapku. Sore itu aku sedang berdiam diri didepan meja belajar, ditambah sorotan lampu yang menerangi pandangan.
"Tapi, aku kan suka typo? Nulis sms aja suka salah," gumamku. Semangatku untuk menulis menjadi padam kembali.
"Ah, Luthfi aja banyak yang typo, gak apa-apa kali ay, typo satu dua kata." Entah siapa, kalimat itu tiba-tiba berkumandang didalam otakku. Semangatku menjadi pulih kembali.
Kuambil Handphone yang daritadi aku cas. Kuletakan diatas meja belajar. Aku melakukan perengangan jari-jariku, agar saat menulis tanganku tidak pegal.
Aku Ingin Mendengar Suaramu
Ku mulai dengan menulis judul, tak tau ide darimana, alur cerita cerpen yang akan aku tulis tiba-tiba datang tanpa harus aku cari.
Musik. Ya. Mendengarkan musik asalah hobiku. Aku laling suja sama musik pop. Entah kenaoa, musik pop dapat menenangkan diriku ywng sedang galau.
Duuh. Baru aja paragraf pertama udah banyak yang typo. Aku lalu menghapus huruf yang salah dan menggantinya dengan huruf yang seharusnya dipakai dikalimat itu.
Hati ini terpikat pada sebiah band baru, band yang baru-baru ini sering menampakan dirinya di layat televisi. Suaranya yang badus ditambah vokalisnya yang gandeng, berhadil mencuri hatiku.
Astagfirrulah. Masih ada yang typo. "Nanti saja, sekalian aku perbaikinya abis nulis cerpennya selesai," pikirku.
Aku malas harus terus mengecek setiap ejaan kata yang aku tulis. Jadi mending ditumpuk diakhir.
Kenaoa aku begitu mengidolakannya ? Karena vokalis band Hikari itu adalah temanku. Dio. Meskipun, sekarang dia sudah menadi artis, degan kesibukan fan jadwal show yang padat. Tapi ia masih sempat meluangkan waktu makan malam berdamaku.
Sore itu aku sama dia lagi malakn malam di srbuah reetorsn Jepang. Berduaan. Sungguh romantis. Bisa dinner bersama artis yang sedang naik daun.
Deg-degan itu sudah pasti. Aku duduk disebuah kursi dengan buda empuk menjadi tempat duduku. Terlihat wajah ganteng dihadalanku, siaoa lagi kalo bukan Dio.
Aku hanya memandangi wajahnya, tanganku menyangga daguku, terpancar zenyum dri wjahku, dan otakku berdelusi, bagaimana kalo aku dengannya berjodoj ?
Duuh. Aku lihat tulisanku makin semerawut aja. Kuputuskan untuk mengistirahatkan tanganku sejenak.
Jari-jari tanganku agak berbeda dengan jari-jari manusia pada umumnya. Aku mengidap penyakit typonomia, tanganku seringkali salah mengetik sebuah kata, dan apabila dipakai terlalu lama, tulisanku akan semakin parah, banyak sekali pemilihan huruf yang salah.
Baiklah, sepertinya tanganku sudah bisa mengetik kembali dengan benar. Kumulai kembali merangkai satu kata demi satu kata.
"Gimana, kamu suka tempatnya?" tanya Dio.
"Suka banget, kamu emang jago kalau milih tempat makan," jawabku. Memang dari dulu Dio sangat pintar dalam memilih tempat makan.
Tak lama kemudian, datanglah, seorang pelayan membawakan pedanan yang telah kami pesan. Steak sapi menjadi pilihanku, sama halnya dengan Dio, aromanya begitu mengunggah selera.
Kami pun menatap makanan sampai tak tersisa sedikit pun. Perut kenyang hati pun senang. Aku senang, Dio masih bisa dinner bareng aku ditengah kesibukannya.
Seru juga, bikin cerpen. Kita bisa menuangkan apa yang ada didalam otak kita menjadi sebuah cerita yang menarik.
Aku kembali melanjutkan menulis cerpenku yang baru beberapa paragraf ini. Ada apa dengan tanganku? Aku hanya memegang Hp, dan menatapnya dengan tatapan kosong. Cerita yang akan aku tulis, tiba-tiba hilang begitu saja. Rasa malas menyerangku tanpa aba-aba.
Otakku terus memikirkan kelanjutan cerpen yang sedang kutulis. Baru saja menulis satu scene, aku sudah stuck. Mood nulisku tiba-tiba memudar. Apa yang harus ku tulis ? Arrrgh... Ayo ayana berfikirlah.
Errrgghh....aku terus berusaha, memikirkan kelanjutan ceritanya. Gimana nih? Baru saja awal cerita udah kayak gini.
"Ayana, ayana," teriak seseorang dari luar kamarku. Kayaknya itu suara mamahku.
Suara itu semakin lama semakin nyaring ditambah suara langkah kaki.
CKREEET
"Ayana, mamah panggil kok gak dijawab?" ucap mamahku setelah membuka pintu kamar.
"Ada apa sih mah?" Aku agak risih, saat otakku sedang memikirkan kelanjutan cerita, mamahku tiba-tiba memanggil-manggil namaku.
"Bantuin mamah masak buat makan malam. Bentar lagi papah kamu pulang," perintahnya.
Isshh. Sebenarnya aku ingin menolak perintah mamahku itu. Tapi, aku takut dosa. Terpaksa aku mengiyakan keinginan mamahku itu.
"Iya mah," balasku. Aku meletakan Hpku diatas meja belajar, lalu pergi ke dapur bersama mamah.
Semoga aja dengan membantu mamah didapur, aku mendapatkan ide cerita dan mood menulis kembali.
#ToBeContinued