Kupu-Kupu Malam

Hallo sahabat KSJ48, update lagi nih. Di one shoot kali ini Ghaida ane ubah jadi cowok, namanya jadi Farish. Oke tanpa basa-basi lagi.....Happy Reading...:v...

Kupu-Kupu Malam ( Farish with Melody )

( Sumpah, bikin baper liat pict ini...:v )

Bandung, kota yang akan aku tinggali untuk beberapa saat. Aku pindah kuliah dari kota Yogya, ke kota kembang ini. Karena alasan yang mendesak, membuatku harus meninggalkan teman-temanku jauh dari kampung halaman.
Hari ini adalah hari pertamaku menginjakan kaki di salah satu Universitas favourit dikota Bandung. Tak tau kenapa saat menyusuri halaman kampus yang teramat luas, banyak mata-mata nakal yang melirikku. Apa karena wajahku yang tampan dengan style harajuku dirambut, dan gayaku yang super kakoi ini membuat banyak wanita terpesona ?. Hahh. Aku sudah bosan dengan tatapan-tatapan yang seolah ingin menerkamku.
Mahasiswa baru, berarti lingkungan baru, aku harus beradaptasi dengan pergaulan yang belum aku kenali. Dipagi yang cerah ini, aku harus mengikuti 2 mata kuliah.
Aku bolak-balik di gedung fakultas pendidikan bahasa dan sastra mencari dimana temanku ini berada . Sudah berulang kali aku mengirim sms kepadanya, namun tak kunjung dibalas. Telah ku bertanya kepada mahasiswa yang ku jumpai namun tak ada yang tau. Aku memutuskan untuk istirahat sejenak di bangku yang berada luar gedung, mengamati bentuk gedung yang berdiri kokoh dihadapanku, terkadang aku melihat beberapa mahasiswa keluar masuk gedung itu. Perhatianku tertuju pada seorang gadis yang kupikir ia seumuran denganku. Aku beranjak dari dudukku dan menghampirinya.
"Maaf mau tanya, mbak tau dosen yang bernama Pak Endang gak ?" tanyaku sambil melihat wajahnya yang mampu membiusku. Langkahnya melambat saat aku melemparkan pertanyaan.
Dia terlihat berfikir sejenak, "Oh iya, tau-tau. Dosen di jurusan sastra Jepang kan ?" jawabnya sambil mengayunkan jari telunjuk didepan wajahnya.
Ouhh. Suaranya begitu merdu kudengar, sudah belasan perempuan yang kulihat tadi, hanya dia yang mampu menghipnotisku.
"Ada perlu apa sama dia ?" Cewek ini bertanya sambil menatap kearahku.
Aku mencoba menatapnya balik, namun tubuh ini merasakan getaran yang teramat dahsyat. Tatapanku agak menunduk ke bawah "Aku ada mata kuliahnya hari ini".
"Wah, sama dong. Jangan-jangan kita sejurusan lagi" ucapannya dihiasi dengan senyuman indah diwajahnya. Oh tuhan tolonglah hambamu, kuatkan diriku menghadapi bidadarimu yang cantik ini.
"Kamu jurusan sastra Jepang juga ?" kali ini aku mencoba menatap kearahnya, melihat wajah bidadari ini.
Dia menganggukan kepalanya secara perlahan, menandakan iya.
"Tapi kok aku gak pernah liat kamu deh, kamu mahasiswa pindahan ?" dengan jari menunjuk kearahku.
"Iya, aku murid pindahan" aku mengiyakan pertanyaan cewek itu.
"Semester ?" sepertinya cewek ini mulai tertarik kepadaku.
"3" jawabku singkat.
"Sama dong sama aku"
"Oh yesss" aku berteriak didalam benakku. Jadi, aku akan sekelas dengan cewek cantik ini. Oh tuhan betapa beruntungnya aku ini.
Tak terasa langkah kakiku menuntun sampai ke sebuah kelas. Disana sudah ada beberapa mahasiswa yang tengah menunggu datangnya dosen.
"Ini kelasnya yah" ucapku sambil menunjuk ke ruang kelas.
Aku melihat ia menganggukan kepalanya. Dari celah pintu aku melihat sosok yang aku kenal. Ya. Seorang cowok yang tidak membalas satu pun pesan dariku. Disampingnya ada seorang cewek yang sedang berbincang dengannya.
Aku membuka pintu yang tidak tertutup rapat itu, lalu setengah berlari kearahnya. Perasaan kesal tiba-tiba muncul saat melihatnya, aku langsung menepuk keras pundaknya "woii kalo di sms bales donk" ucapku setelah melepaskan satu tepukan di pundaknya.
Semua pasang mata tertuju padaku, termasuk Deva teman SMA ku.
"Eh, elo rish. Sorry Hp gw mati" dengan santai ia menunjukan Hpnya, yang memang sudah tak bernyawa.
"Hehhh, untung aja gw gak nyasar"
"Btw, lo kok bisa sampe sini ?"
"Gw tadi bareng sama...." aku celingak-celinguk mencari cewek yang tadi berjalan bersamaku kemari.
"Sama siapa rish ?"
Duuuhhh. Aku lupa tanyain namanya lagi, Farish bego banget sih.
"Dah-dah yang penting gw udah sampe kesini"
"Va dia siapa sih ?" duhh lucunya cewek malu-malu kucing yang ada disebelah Deva, keliatannya dia penasaran siapa namaku.
"Oh iya hampir lupa. Aku mau kenalin kalian semua sama temen baru. Dia baru pindah hari ini ke kampus kita. Namanya Ghaida Farish" nadanya lantang sekali, membuat seisi ruangan dapat mendengarnya.
"Haii, namaku Ghaida Farish, panggil aja Farish" sambungku, lalu memberi hormat ala orang Jepang. Ceileeh orang Jepang. Gak apa-apa dong kan ini jurusan sastra Jepun. Hehe.
Sepertinya mereka yang tengah duduk santai akan menjadi teman sekelasku di mata kuliah ini, mereka meresponku dengan senyuman sambil menganggukan kepala.
"Satu lagi rish, kenalin ini Veranda pacar gw" kali ini Deva memperkenalkanku khusus kepada cewek yang berada disampingnya.
"Haii, aku Veranda, panggil aja Ve" dia adalah cewek kedua yang membuatku tak mampu berpaling darinya.
"Haii juga, Aku Farish" kami berdua saling membungkukan kepala.
Aku mulai berbaur dengan teman-teman Deva, sudah satu tahun lebih aku berpisah dengannya, banyak perubahan pikirku saat bertemu lagi  dengannya. Dia sudah punya pacar dan menjabat sebagai ketua angkatan jurusan sastra Jepang. Wuiih mantap.
Kita bertiga berbincang seputar kampus dan mata kuliah yang akan diajarkan. Menurutku sebagai ketua angkatan dia gak banget, masa aku yang notabenenya mahasiswa baru, nggak diberitau jadwal dosen, dan dimana kelasnya. Huuhhh. Tapi gak apa-apalah, aku malah dapet untung karena bisa jalan berdua sama cewek cantik. Ouh iyaa. Cewek cantik tadi kemana yah ? Katanya sejurusan, satu semester lagi, tapi waktu aku masuk kelas, kok dia gak masuk ?. Hahh. Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dalam otakku.
Hidungku mengendus parfum yang tadi mengantarku masuk ke kelas ini. Ya cewek itu masuk ke kelas, mataku langsung tertuju kepada wanita seksi yang menggoda birahiku. Aku yang penasaran siapa namanya, langsung menghampiri cewek itu. "Heii, tadi kamu kemana dulu ? Kok gak masuk kelas bareng ?" tanyaku sambil duduk di kursi sebelahnya.
Lagi, senyumannya membuatku terpana "Tadi aku ke toilet bentar".
Aku membenarkan posisi kacamata yang agak kedodoran ini lalu merapihkan rambut sejenak. "Oh iya kita belum kenalan. Nama kamu siapa ?".
"Nama aku Melody Nurramdhani" ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya. Tanpa basa-basi aku menyambar tangan kanannya itu dan memperkenalkan namaku. Akhirnya dia tau siapa namaku. Hahaha. Dari pandangan pertama aku sudah tertarik dengan cewek yang bernama Melody ini. Beuuh. Bagus bener namanya cocok sama orangnya. Aku mencoba menarik perhatiannya dengan obrolan yang kukira bisa membuat Melody tertawa. Keliatannya dia mulai nyaman denganku, tapi, tunggu dulu. Kok suasana kelasnya agak beda yah. Kok aku merasakan tatapan-tatapan jijik mengarah ke cewek yang berada disampingku. Ku perhatikan ada satu dua mahasiswa yang sedang berbisik, apa mereka lagi ngomongin Melody ?. Atau mereka syirik karena aku deket sama Melody. Pertanyaan yang belum bisa ku jawab.
*~~~*
Duduk selama 2 jam lebih dikursi ini, membuatku ingin mengeluarkan sesuatu, ya. Aku kebelet pipis, aku berlari menuju toilet, setelah mendengar pengarahan dari Deva.
"Hahhh, lega jugaa" ucapku sambil menaikan resleting yang tadi aku turunkan. Kakiku melangkah kembali menuju kelas untuk mengambil tas yang aku tinggal disana. Belum genap 4 langkah seseorang menghadangku.
"Deva ? Lo kebelet kencing juga ?"
"Gw cuman mau ngomong sama lo rish" terdengar suaranya begitu serius. Ada apa gerangan ?. "Ngomong apa Va ? Tapi jangan disini" jawabku dengan suara lebih santai dari Deva. Masa ngomong di toilet ?. Gak banget deh.
"Yaudah, sambil jalan ke kelas aja". Aku menyetujuinya, dan kami pun berjalan berdua ke ruang kelas itu. "Lo mau ngomong apa Va ?" rasa penasaran sudah mulai muncul dipikiranku. "Gw cuman mau kasih tau lo, buat ngejauhin cewek yang bernama Melody" lha kok gitu ?. Duuhh ada apa sih ?. "Alasannya ?" pasti ada alasannya dong ?.
"Gw cuman gak mau lo sakit hati itu aja" alasan yang tidak masuk akal, Deva langsung mempercepat langkahnya dan meninggalkanku dalam kebingungan. Oke. Hari ini aku dapet dua keanehan. Satu, kenapa mahasiswa yang sekelas dengan Melody menatapnya dengan tatapan jijik ?. Dua, kenapa Deva ngelarang aku buat deket sama Melody ?. Kedua pertanyaan ini lebih susah daripada tugas dari dosen.
Terik matahari yang begitu menyengat. Ya memang panas. Tapi aku belum boleh pulang karena masih ada satu mata kuliah lagi. Kali ini Deva sudah memberitahuku kelas dan jamnya. Kuputuskan untuk tiduran ditaman kampus, udaranya segar dan ada pohon besar yang berdiri kokoh, menghalangi sinar matahari masuk ke dalam taman.
"Sendirian aja ?" suara indah dengan iringan hembusan angin, membuat mataku terbuka dan mengarah ke sumber suara itu.
"Eh kamu mel" aku beranjak dari tidurku dan memakai kembali kacamata yang aku lepas saat mataku tertutup. "Gak bareng Deva ?" sekilas mataku dan matanya bertemu. "Gak ah males, palingan jadi kambing conge" jawabku agak ketus.
"Hahaha, kalo sama aku males gak ?". Eeh ?. Dia modusin aku ?. Tenang Farish, stay cool.
"Ya enggalah, semua cowok di kampus ini juga,  mau kali ditemenin sama kamu" jurus gombalku mulai keluar. Kok ekspresi mukanya agak lesu gitu yah ?. Apa aku salah ngomong ?. "Kamu bisa aja rish" jawabnya dengan pandangan lurus kedepan.
Otakku terus berfikir untuk membuat dia kembali ceria, aku mengganti topik pembicaraan yang bisa mengundang canda dan tawa. Dengan susah payah, akhirnya dia kembali tersenyum. Ya, senyuman terindah yang pernah kulihat di bumi ini.
Drrrttt....drrttt
Hpku tiba-tiba bergetar. Hahh. Pengganggu datang, lagi asyik-asyiknya ngobrol sama bidadari, ada aja gangguannya.
Sms itu tiba dari Ve, dia memberitauku kalo mata kuliah Matematika akan dimulai. Mungkin Deva yang memberi nomerku pada Ve.
Aku menyudahi masa-masa indah ini, diakhir kata aku bertukar nomer dan pin bb dengan Melody. Dengan senang hati ia memberikannya.
*~~~*
"wi, liat itu cowok yang deket sama Melody"
"Kasian ganteng-ganteng kok bloon sih"
Oke. Kepala aku mulai pusing. Saat aku berjalan di area kampus menuju parkiran. Terdengar dua orang cewek sedang membicarakanku. Apa salah ada cowok yang dekat sama Melody ?. Daripada kepalaku tambah pusing, aku ingin segera pulang ke kosan, dan mengistirahatkan tubuh ini.
Di Bandung, aku tinggal sendirian. Maka dari itu, rasa bosan sering menghantuiku. Aku mengecek Hpku, terlihat ada notif pesan dari Melody. Waw. Cepet juga dia.
"Hai, lagi ngapain ?"
Yaudah, aku sikat aja, "Baru bangun tidur nih". Aku meletakan kembali Hpku diatas bantal dan kembali tiduran.
Drrrtt....drrtttt....
"Tidur mulu, tadi dikampus tidur, pulang ke kosan tidur. Nanti matanya belekan lho. Hahaha"
"Haha, biarin belekan juga. Yang penting bisa liat wajahmu yang kayak bidadari itu"
"Ihh, mulai deh gombalnya"
"Haha, aku gak ngegombal kok. Beneran"
"Iya deh, aku percaya. Kamu sama Deva sahabatan ?"
"Gak juga, aku sama dia cuman teman SMA biasa. Gak deket-deket amat".
Aku sudah dalam posisi duduk. Membalas sms dari Melody, dan dengan tak sabar menunggu pesan balasan darinya. Aku emang tinggal sendirian, tapi berkat Melody aku ada temen ngobrol. Karena si curut Deva susah bener diajak main atau apa. Dia terlalu asik sama pacarnya. Kalo aku jadi dia juga bakalan kayak gitu. Haha. Pengen selalu disisi Ve yang pipinya kayak bapao.
Hari-hariku penuh dengan keceriaan. Meskipun ada banyak tugas dari dosen yang harus aku kerjakan. Namun rasa lelah belajar dan mengerjakan tugas ini terbayarkan oleh senyuman Melody yang selalu menyejukan hati. Perasaan kesal selalu menyeruak saat Deva memperingatiku untuk menjauh dari Melody. Sekarang aku tidak ambil pusing dengan perkataan Deva atau mahasiswa lainnya. Armada pun bernyanyi.
Biarlah orang berkata apa. Hahhaahh
Manusia tiada yang sempurna. Hahhahhh
Ku terima kau apa adanya. Hahhahhh
Yang penting aku bahagia. Hahhahh
Aku akan menerima Melody apa adanya, dengan segala kekurangan dan kelebihan.
Sudah 3 bulan lamanya aku dekat dengan gebetanku. Yaelah gebetan. Rencananya malam ini jam 7, aku ingin menembak Melody, aku sudah janjian dengannya akan bertemu di taman kota. Setengah jam sebelum jam 7, aku sudah berpakaian rapih dengan aroma parfum yang selalu aku pake saat nembak cewek. Tak lupa dengan kacamata yang selalu menempel dimataku kemanapun aku pergi. Karena sudah tidak sabar, aku memacu motorku dengan cepat menuju tempat janjian. Aku menyimpang ke toko bunga, membeli setangkai bunga mawar yang indah. Sesampainya disana, aku duduk manis di bangku taman menunggu kedatangan bidadariku.
*~~~*
Satu menit dua menit......setengah jam. Melody sudah telat setengah jam. Aku sudah mengirim pesan, namun tak kunjung dibalas, aku telpon kok gak di angkat ?. Setiap menit aku melihat jam di Hpku, dan berharap ada pesan balasan dari Melody. Untuk mengusir kebosananku, aku berjalan mondar-mandir, duduk sambil mendengarkan lagu. Ini udah jam 9 lho ? Dia kemana sih ?. Kalo gak bisa ya sms lah, atau apa ke. Pakaianku yang awalnya rapih, berangsur berantakan, dan bunga mawar yang ku beli dalam keadaan segar, kini sudah layu sama sepeti hati ini.
Aku tertunduk lesu sembari berjalan menuju motorku. Ditengah kemacetan yang terjadi, telingaku mendengar suara tawa dari dalam mobil jazz warna putih. Ditambah lagi dengan parfum  yang menyebar sampai keluar mobil. Sialnya, wajah cewek itu terhalang oleh seorang cowok yang umurnya sekitar 20 tahun lebih tua dariku. Eh. Kok om-om itu pegang-pegang sih ?. Ah, sudah kuduga dari wajahnya, dia lelaki mesum yang menyewa cewek dibawah umur untuk menemaninya menghabiskan malam yang dingin ini.
Tidiiiddddd....
Suara klakson mobil yang berada dibelakang, menyadarkanku dari lamunan ini, kulihat keatas, ternyata lampu sudah berubah menjadi hijau. Motor ini kembali aku gas, dengan cepat aku memacu motor kembali ke kosan. Aku lelah, lelah menunggumu Mel.
Sudah tak terhitung, berapa kali Deva memperingatiku untuk menjauh dari Melody, sama seperti pertama kali, dia tidak pernah memberi tau alasannya. Siang itu aku sedang tiduran di taman kampus, Deva bersama pacarnya Ve, menghampiriku, dan yaa kalian pasti taulah.
"Oke va. Gw udah bosen denger lo ngomong kayak gitu. Lo kasih tau alasannya kenapa gw harus ngejauhin Melody dan gw bakal ngejauh darinya"
"Janji ?" tatapan Deva begitu serius. Aku menanggapinya dengan serius juga. "Sebenarnya gw juga gak mau sebar-sebar aib orang". Aib ? , maksudnya ?.
"Tapi, seisi kampus sudah mengetahuinya"
"Melody itu cewek yang suka disewa om-om rish" lanjut Ve, kayaknya dia kesel mendengar Deva yang bertele-tele.
"Maksudnya, Melody itu cewek gak bener ?"
Serempak sepasang kekasih ini menganggukan kepalanya.
Oh, nooooo. Aku gak akan percaya, selama dia dekat denganku, tak ada yang aneh. Nggak ada kejanggalan, sampai....Oke perasaanku mulai gak enak, tapi masih ada sisi hati yang percaya bahwa Melody bukan cewek seperti itu.
"Sorry, gw gak percaya sama kalian berdua" aku yang dilanda kebingungan, meninggalkan Ve dan Deva yang masih terdiam di taman kampus. Sekarang gw bingung, baiknya sih, aku tanya langsung ke orangnya. Tuhan memberikanku petunjuk, cewek yang aku cari ada di kantin sedang menikmati makan siangnya. Sendirian.
Saat Melody melihatku ia menepuk keningnya "aduhh, maaf ya rish, kemarin malam aku gak bisa ke taman" ucapnya dengan penuh penyesalan. "Gak apa-apa kok" hati ini sebenarnya berkata lain. "Hp kamu kemana ? Kok gak sms aku kalo kamu gak bisa dateng ?" aku menanyakan alasan kenapa dia tidak mengirimku pesan, membuatku menunggu dalam kesepian. Hiks.
"Sorry, sorry banget rish. Kemarin aku harus nemenin papah aku ke rumah sakit. Terus Hpku ilang waktu dijalan" pantesan. Aku kira malam itu Melody sedang berduaan dengan om-om dalam mobil yang aku liat waktu lampu merah. Emang sih bau parfumnya sama. Tapi belum tentu dia kan ?.
"Tadinya abis makan mau langsung temuin kamu". Oke. Tinggal satu pertanyaan yang belum terjawab. Aku berusaha memancingnya ke obrolan yang menjadi gosip satu kampus.
Aku memesan soft drink untuk mencairkan suasana. Kami berdua mengobrol sambil mengisi kebutuhan perut kami. Sudah kuduga. Sekelilingku menatap kami berdua dengan tatapan yang tak ku sukai. "Mel aku mau tanya. Kenapa ya mahasiswa di kampus liat kamu tuh kayak gak suka gitu ?". Melody yang tengah memakan pasta, melihat ke arahku "Aku juga gak tau" aku mulai curiga dengan glagat Melody. Mungkin dia sedang berbohong. "Aku juga denger kabar kalo kamu itu cewek yang suka disewa om-om" daripada penasaran ?. Tanggung dah.
Dia memegang tanganku, terasa kulit yang halus nan lembut. Tatapannya sangat serius membuatku tak bisa bercanda menanggapinya. "Gini aja kamu lebih percaya aku atau orang lain ?" aku masih terdiam. "Aku wanita baik-baik Farish" disudahinya dengan senyuman. Ya senyuman yang mampu menghipnotisku. Tanpa ku sadari kepalaku mengangguk-angguk. Ehh ?. Mungkin hati ini tergerak untuk mempercayainya daripada Deva. Dia melanjutkan kembali menyuapkan pasta ke mulutnya. Memikirkan semua ini membuatku laparr. Aku memesan sepiring mie goreng untuk menemani Melody.
*~~~*
1 bulan berlalu setelah hari itu. Ujian pun sudah lewat, sekarang tinggal waktu Have fun aja. Aku senang, karena hubunganku dengan Melody semakin erat. Kami selalu bertukar pesan setiap saat, jalan bareng, ngerjain tugas bareng, pokoknya gak ada Melody terasa hambar deh hidup aku ini. Ku mantapkan hati, malam ini aku sudah janjian di lokasi yang berbeda dengan Melody, sebuah restoran yang sudah aku booking spesial untuk bidadariku. Ku harap kali ini Melody menepati janjinya. Karena aku sudah berkorban menghemat uang yang dikirim orang tuaku demi nge-booking restoran ini. Sia-sia perjuanganku bila dia tak kunjung tiba. Aku sudah menunggunya, dengan sebucket bunga mawar yang sudah aku siapkan. Pakaianku juga lebih rapih, dengan memakai jas hitam dan celana berbahankan kain, dan sepatu pentople. Mantep dah.
Restoran juga sudah didekorasi, pokoknya beda dari keadaan restoran pada umumnya. Kayak di film-film gitu deh.
Kring...
Terdengar suara lonceng berbunyi saat pintu restoran terbuka, akhirnya rasa cemasku menghilang karena orang yang aku tunggu-tunggu sudah ada dihadapanku. "Maaf, aku telat.." ucapnya sambil duduk dikursi yang berada dihadapanku. Wawww. Dengan dress putih yang ia pakai, membuat cewek yang bakalan aku tembak ini makin cantik. "Gak apa-apa kok, cuman telat 5 menit doang" balasku santai.
"Ini kamu yang siapin ?"
"Iya, gimana kamu suka ?"
"Suka, sukaaaa banget"
"Syukurlah"
Aku menyentrikan jariku, tak berapa lama datang seorang pelayan membawakan kami makanan. "Wah pasta" ucap Melody saat melihat makanan kesukaannya ada diatas meja. "Kamu tau aja aku pengen makan pasta" pujinya dengan senyuman dibibirnya. "Farish gitu lho" aku sedikit menyombongkan diri, "Pasta disini enak lho" godaku. "Masa ?" tampaknya ia sudah tak sabar. Sesudah berdoa, ia mencicipi pastanya. Raut mukanya menandakan ia begitu menikmati setiap cm pasta yang ia kunyah. "Gimana ? Enak ?" tanyaku sambil memakan makananku. Ia hanya mengangguk pelan, karena mulutnya masih berjibaku dengan pasta yang harus ia telan. Syukurlah, aku tidak salah pilih tempat.
Ini adalah dinner terbaik yang pernah ku lalui. Perut kami sudah terisi penuh, lanjut ke misi selanjutnya. Aku menepukan tanganku, mereka sudah mengerti tandaku, langsung saja datang pemain biola, dan memainkan nada merdu yang mendukung suasana.
"Mel" ucapku lembut sambil memegang kedua tangannya. Matanya mengarah ke mataku. Bola mata yang begitu indah. "Kamu adalah cewek pertama yang mampu menarik perhatianku. Dari sekian cewek dikampus, mata ini cuman memperhatikanmu. Aku tak peduli dengan cemoohan orang, atau banyak mahasiswa yang membencimu." Melody begitu serius mendengarkan omonganku. "Mel, aku suka sama kamu, kamu mau jadi pacarku ?" aku harap-harap cemas, takut ditolak. Tapi masa di tolak ?. Gak lah. Masa seorang Ghaida Farish ditolak cewek ?.
"Kamu yakin rish" nadanya begitu lembut. Aku menganggukan kepala berusaha meyakinkannya "Kamu mau nerima aku apa adanya ?" aku memberikan anggukan kedua. "Mau nerima latar belakangku ?" anggukan ketiga pun terlahir. "Janji ?" aku melepas satu genggamanku, lalu membentuk huruf V sambil tersenyum, semanis mungkin. Dia membalas senyumanku "Aku mau jadi pacarmu rish". Yosshaa. Aku tak tau bagaimana caranya mendeskripsikan suasana hati ini. Aku mengajaknya berdiri dan berdansa di tempat yang telah ku siapkan. Satu tanganku memegang tangannya dan tangan kiriku memegang pinggulnya. Kami berdansa dengan alunan biola yang sedap didengar. Setelah itu, aku memberikan sebucket bunga mawar kepadanya sebagai tanda jadian kami. Aku harap bunga ini dirawat, dan tetap segar seperti halnya hubungan kami kedepannya. Hari sudah larut malam. Aku mengantar Melody pulang.
Diperjalanan, tenggorokan ini terasa kering. Aku mengajak Melody untuk menyimpang ke sebuah minimarket, dan ia pun menyetujuinya. Disana aku mengambil satu botol pocari sweet, dan melody satu botol yogurt cimory rasa stroberry. Aku membayarnya dan bergegas menuju motorku. Diparkiran, aku berpapasan dengan satu orang pria paruh baya dengan 2 lelaki kekar di belakangnya. Mungkin mereka bodyguard atau semacamnya.
"Hallo sayang, pas banget ketemu disini. Om lagi butuh temen nih malem ini" ucapnya saat berpapasan dengan kami. Eh ? Bukannya om ini yang waktu itu ? Yang pake jazz warna putih ?. "Kamu kenal dia mel ?" tanyaku penasaran. Dia hanya terdiam. "Supir kamu suruh pulang aja. Kamu udah makan ? Kita makan dulu yuk". Gila aku disangka supir, padahal pakaianku udah formal banget. Melody masih terdiam, dia seperti kebingungan harus ngomong apa. "Yuk" lanjut om itu sambil mencoba meraih tangan Melody. Eitss. Tunggu dulu. Aku menampik tangan om itu, ekspresinya begitu kesal karena perlakuanku "Om siapa ? Berani-beraninya ganggu pacarku ?" tanyaku sambil berusaha melindungi Melody. Lagi tak ada respon darinya.
"Haha, ada aja cowok bodoh yang mau jadi pacarnya" ledek salah satu bodyguard om-om itu. Pikiranku sudah kalut, yang jelas aku harus melindungi Melody dan tangan ini ingin sekali memukul ketiga cowok brengsek ini
"Jangan~" teriak Melody.
Bugh
Om-om itu menerima satu pukulan dariku. Kedua bodyguardnya dengan sigap membalas pukulanku. "Bocah tengik. Berani-beraninya berurusan denganku" ucap om mesum sambil bangun dari tanah. Ya aku menyebutnya om mesum. Aku mendapatkan pukulan yang cukup telak. Kepalaku pusing tak tertolong. Baru saja ingin bangkit aku sudah menerima tendangan yang keras sekali mengenai wajahku, membuat kacamataku terpental entah kemana, namun dapat ku pastikan lensanya pasti sudah pecah. Pandanganku menjadi kabur, aku hanya bisa melihat objek pada jarak 50 cm, lebih dari itu seperti ada efek blur.
Aku tersungkur kembali. Melody berusaha melindungiku "Please om, aku akan nemanin om malam ini. Tapi jangan pukul dia" dengan nada penuh memohon dan air mata yang sudah membasahi pipinya. Aku seperti mendapatkan pukulan yang sangaaattt-sangaaaaaaattt keras dari sebelumnya. Orang yang ingin ku lindungi, malah berbalik melindungiku. Aku menatap Melody yang sedang menitikan air mata. 
"Dia sudah terlanjur kurang ajar. Bawa dia" kedua bodyguard itu menyeretku menjauh dari minimarket. Aku beranggapan akan lebih aman membunuhku di tempat yang lebih sepi, Melody berusaha menghentikan om mesum, "Tolong om, lepasin dia" dia terus memohon, tangannya berusaha menghentikan langkah kaki om mesum. Namun om itu tidak bergeming, dia malah menyeret Melody. Aku dan Melody dibawa ke tempat yang sepi sekali. Salah seorang bodyguard mengeluarkan pisau tajam dari kantung celananya. Aku berusaha melepaskan diri dan menghadapi kenyataan yang pahit ini. Aku berhasil melepaskan cengkraman tangan besar itu, dan bersiap-siap melawan mereka.
"Kamu tunggu sama om disini, apa dia bisa melawan anak buah om ?" ucap om mesum sambil memegang erat tangan Melody. Wajah Melody memancarkan wajah ketakutan, ia begitu gelisah dan bersalah, karena sudah menyeretku masuk ke dalam masalahnya.
Deva benar, Melody memang cewek yang suka disewa om-om. Tapi aku udah terlanjur cinta. Aku gak akan biarin Melody mengorbankan harga dirinya lagi. "Tunggu aku mel, aku akan menyelamatkanmu" teriakku yang sudah memasang kuda-kuda. "Aku gak akan biarin lagi. Si tua bangka itu melecehkan kamu mel". Air matanya semakin deras mengalir. "Sok banget nih anak" ucap seorang bodyguard yang memegang pisau.
Aku menghadapi dua cowok kekar dihadapanku. Satu kali dua kali aku masih bisa melancarkan serangan ke wajah mereka. Aku juga dapat menghindari tikaman pisau yang mengarah ke perutku. Aku agak kesulitan karena jarak pandangku yang teramat pendek.
Melody juga terus berusaha melepaskan diri dari om mesum. Aku tersenyum lega saat dia bisa melepaskan diri dengan cara menendang kantung anunya, namun itu membuatku lengah.
"Farish awas" teriak Melody ketika aku sedang lengah. Sepertinya hidupku akan berakhir.
Cratss
"Melody ?" aku melihat pisau yang akan menusuk perutku terhalang oleh pacarku. Dia terjatuh dihadapanku sambil memegang perutnya yang terus mengeluarkan darah.
"MELODY.." teriaku sejadi-jadinya.
"Sialan, malah dia yang kena" om mesum itu masih memegang anunya yang terasa ngilu.
"Ayo, cabut" perintah om mesum kepada kedua bodyguardnya. Tanpa rasa bersalah mereka pergi meninggalkan kami berdua.
Aku menopang tubuh Melody dengan tangan kananku.
"Tahan mel, aku telpon ambulan sekarang" aku menarik ponsel dari saku celanaku, namun tangan lembut Melody menahanku. Aku menatap Melody. "Ga...k u...sah ri...sh, a...ku ha....nya bu....tuh ka....mu sa...at i...ni". Mataku yang min ini hanya bisa melihat wajah Melody saja. "Sudah jangan banyak bicara mel, aku telpon Deva, dulu". Aku tidak ingin kehilangan Melody, untung saja Deva berhasil aku hubungi, dia akan kesini menolongku
"Ma...a....fin.......a...ku....ya.....rish....u.....dah bo......o...ngin ka..ka....mu" dia begitu kesulitan berbicara karena rasa sakit yang begitu terasa.
Aku tak sanggup menahan air mata kesedihan ini, aku tak tega melihat orang yang ku cintai tergeletak tak berdaya.
"Ta...pi...so..al...a..me..n...cin...ta..ii..mu...i....tu...ga..kk...bo...o...ng"
"Aku juga mencintaimu mel" sambil meneteskan air mata, kedua tanganku memeluk tubuhnya. "To..lo..ng...ti..ti..p..a..dik...a..ku.."
"Jangan bicara seperti itu mel, kamu akan tertolong, bentar lagi Deva akan datang".
Melody sudah tak sadarkan diri, aku kebingungan harus membawanya kemana. Tak lama sesudah itu Deva datang membawa mobil avanzanya. Akhirnya Melody bisa dibawa ke rumah sakit terdekat
"Udah ku bilang kan ?..."
"Iya-iya gw salah. Sekarang lo bawa Melody ke rumah sakit. Dia membawaku dan Melody menjauh dari tempat sepi ini. Aku juga harus mengobati luka lebam yang aku derita.
*~~~*
Aku mengacak-acak rambutku, menendang apa saja yang ada dihadapanku. Suster sudah mencoba menenangkanku, tapi rasa marah dan penyesalan ini tak terbendung. Aku mendengar kabar bahwa pasien di kamar no 13 meninggal dunia. Ya, dia itu Melody, kekasihku. Aku menangis sejadi-jadinya, padahal disana ada orang tuaku yang mencoba menenangkanku. Nama Melody terus aku sebut-sebut diiringi dengan berjatuhan air mata kesedihan ini, tenggorokan ini serasa serak sekali. Aku memukuk kasur tempat aku dirawat sangat keras dengan tanganku. Kenapa aku tidak bisa melindungi orang yang aku cintai ?. KENAPAAA ???.  Begitu lemahnya diri ini. "Kenapa bukan aku saja yang mati yaa tuhan ?" teriakku. Orang tuaku sampai kewalahan menanganiku yang mengamuk tak karuan. Selama 1 jam aku seperti itu, sampai kusadari, kelakuanku tak ada gunanya, Melody tak akan kembali ke dunia ini.
Aku mendatangi pemakaman Melody dengan perban yang masih menempel dimuka. Banyak sekali sanak keluarga yang menghadiri pemakaman itu, namun tak ada satu pun teman kampusnya yang menghadiri pemakaman itu. Aku dan Frieska mencoba menahan air mata ini, kepala kami tertunduk ke bawah dengan tangan saling memegang satu sama lain.


( Anggap micnya gak ada )
Aku dipanggil polisi untuk diintrogasi sebagai saksi. Mereka menanyakan seperti apa ciri-ciri pelaku. Aku mencoba mengingat-ingatnya, dia berumur sekitar 40 taunan, berperut besar dan memakai mobil jazz warna putih.
"Anda tau, plat nomernya ?"
"Eumm..mm" aku mencoba mengingatnya dan syukurlah aku hapal nomernya. "D 6743 UY" jawabku. Salau seorang polisi keluar dari ruang introgasi, mungkin dia ingin mengecek plat nomernya. Tak lama kemudian ia kembali dan menyuruhku pulang. Aku mendapat kabar kalau tua bangka itu sudah dipenjara. Ya, emang harusnya seperti itu.
Hari ini aku mengunjungi kediaman rumah Melody. Aku disambut oleh Frieska.
"Kak Farish" Frieska langsung memelukku, erat sekali. Aku mengusap rambutnya pelan "Maafin kakak yah fries, gak bisa nolong kakak kamu". Ia menggelengkan kepalanya lalu melihat kearahku "Itu bukan salah kakak kok" ucapnya, Frieska melepaskan pelukannya dan mempersilahkanku masuk ke rumah almarhum pacarku.
"Papahmu kemana ?"
"Papah lagi di rumah sodara"
"Kamu gak ikut ?"
"Aku disuruh jaga rumah"
Aku dipersilahkan duduk di ruang tamu, Frieska meminta izin kebelakang untuk mengambil minuman "Gak usah repot-repot fries" ucapku.
"Gak apa-apa kok kak" ia tersenyum lalu pergi ke dapur.
5 menit kemudian ia membawa 2 cangkir minuman dan sebuah buku kecil (?). "Ini kak diminum dulu" ucap Frieska sambil meletakan cangkir itu diatas meja. Aku mengucapkan terima kasih lalu meneguk teh yang dibuat Frieska. Didalam hati aku penasaran dengan buku kecil yang dibawa Frieska.
"Itu buku apa fries ?"
"Oh ini buku diarynya kak Melody"
Baru tau aku kalo dia punya buku diary. "Kata kak Melody kalo kakak meninggal dia pengen buku ini aku serahkan ke kak Farish".
Mungkinkah ada pesan tersembunyi didalam diary itu ?. Aku jadi tambah penasaran. "Kamu udah baca ?" tanyaku.
"Belum kak"
"Kenapa ?"
"Kakak ngelarang aku buat ngebaca diary ini"
Sudah kuduga, Melody tidak ingin keluarganya tau. Aku menerima buku diary Melody dan memasukannya kedalam tasku.
Lama kami berbincang sampai jam menunjukan pukul 5 sore. Aku berpamitan kepada Frieska, dan memberitahunya aku akan sering berkunjung kesini, dia tampak senang. Selama aku dekat dengan Melody, Frieska memang terlihat senang ketika aku main ke rumah.
Sesampainya dirumah, aku sudsh tak sabar apa yang Melody tulis selama ini. Sehabis membersihkan badan, aku membuka buku diary itu.
Dear Diary
Hari ini aku sedih banget, perusahaan papahku bangkrut dan meninggalkan hutang dimana-mana. Papahku ditipu oleh kolega bisnisnya. Aku berharap kami bisa bangkit.
Aku buka halaman selanjutnya.
Dear Diary
Ekonomi keluarga kami semakin memburuk. Papahku sudah berusaha keras menafkahiku dan adikku Frieska.
Halaman berikutnya terus menerangkan tentang ekonomi keluarganya yang tak kunjung membaik. Sampai pada....
Dear Diary
Hari ini ada seorang cowok berumur 25 tahun menawariku pekerjaan dengan gaji yang terbilang besar, kerjanya sih belum dikasih tau, namun aku dikasih sebuah alamat dan diharuskan datang besok. Aku senang mendengar itu, karena sudah beberapa bulan ini aku bekerja dengan upah yang minim.
Dear diary
Saat aku datang ke tempat pekerjaan itu, aku kaget. Ternyata aku ditawari pekerjaan di club malam. Saat aku hendak berbalik pulang. Aku melihat uang puluhan juta rupiah berada didepan mataku. Aku sudah salah jalan, akhirnya aku menjalani pekerjaan hina ini dengan terpaksa.
Dear Diary
Aku sangat kesal dan sedih saat teman-temanku mengetahui pekerjaanku, mereka tiba-tiba menjauhiku. Aku hanya pasrah menjalani kuliah tanpa seorang teman disisiku. Untung saja keluargaku tidak mengetahui pekerjaanku ini.
Dear Diary
Hari ini aku senaaaangg sekali, ada seorang mahasiswa baru yang bertanya kepada. Bagusnya lagi dia sejurusan denganku. Yippi. Aku berusaha mendekatinya, berharap dia mau menjadi temanku.
Aku terus membaca diary Melody, aku senyum-senyum sendiri saat membaca halaman yang menceritakan diriku, dan kedekatanku dengan Melody.
Dear Diary
Maafkan aku rish, aku tidak bisa menempati janji. Aku ada pelanggan yang siap membayarku dengan upah yang terbilang besar. Kalau saja tidak ada depkolektor yang menagih hutang papah. Aku tidak akan mengingkari janji kita. Maafkan aku Farish.
Dear Diary
Hari ini Farish menghampiriku dan menanyakan gosip tentang pekerjaanku dan alasanku tidak datang ke taman kemarin malam. Aku mencoba berbohong. Hati ini sebenarnya tak kuasa membohongi lelaki yang aku sukai. Tapi apalah daya, aku tak ingin kehilangannya. Untungnya dia lebih mempercayaiku. Aku berfikiran kalo Farish mencintaiku, semoga saja. Karena aku  sangat mencintainya.
Aku menutup buku diary ini. Aku menangis tanpa suara karena teringat wanita yang aku sukai. Air mataku terus menetes sampai membasahi diary ini.
Aku memang tidak salah mencintainya, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Meskipun pekerjaannya di club malam, dan mahasiswa dikampus menyebutnya cewek yang suka disewa om-om. Tapi bagiku dia adalah kupu-kupu malam yang memperindah hari-hariku. Terima kasih mel, walaupun kebersamaan kita teramat singkat, namun kau adalah wanita yang paling aku sukai. Aku akan menjaga adikku seperti kata-kata terakhirmu. Semoga kau tenang dialam sana.
Beberapa bulan setelah kepergiannya. Aku kembali ke kampus. Tempat dimana keberadaan Melody tak dianggap. Aku memasuki mata kuliah baca tulis kanji dan katakana. Masih dengan raut muka yang belum bisa menerima kepergian Melody.
Tiba-tiba Deva dan pacarnya menghampiriku. Dia menanyakan seputar kejadian yang menimpaku dan Melody. Aku menjawab sejujur-jujurnya, berusaha meyakinkannya kalo Melody itu terpaksa melakukan pekerjaan tersebut. Setelah mulut ini berbusa, mereka berdua akhirnya mengerti kondisi keluarga Melody. "Houuhh, gara-gara hutang ternyata" ucap Ve sambil mengangguk-anggukan kepala. "Sayang kalo cewek kayak Melody bener-bener mau kerja kayak begitu tanpa paksaan" sambung Deva.
Sekilas telinga ini masih mendengar cemoohan yang keluar dari mulut dua orang gadis di kelas. Aku meninggalkan Deva dan Ve yang terdiam didekat kursiku. Melangkah kedepan dan tangan ini dengan keras, sekeras-kerasnya menggebrak meja, sampai semua mata tertuju padaku.
Brakk
"KALIAN GAK PANTAS NGOMONGIS MELODY"
"KALIAN TAU APA TENTANG MELODY ?"
"HAHH ?"
Semua murid yang ada dikelas tercengang, terdiam, tanpa sepatah kata yang membantah omonganku. Deva dan Ve juga hanya melihatku.
"JANGAN MENTANG-MENTANG KALIAN KAYA BISA MELEDEK SEENAKNYA ORANG YANG RELA MENGORBANKAN HARGA DIRINYA DEMI MEMBAYAR HUTANG ORANG TUANYA"
"APA KALIAN BISA MELAKUKAN ITU ?"
"HAH ?"
"JANGAN BANYAK MENGOMENTARI ORANG, SEDANGKAN KALIAN BIAYA KULIAH SAJA MASIH MINTA KE ORANG TUA".
Mereka salah tingkah, ada yang menundukan kepalanya ada juga yang acuh tak acuh menanggapi perkataanku. Deva dan Ve mengangguk pelan tanda setuju dan tanda menyesali perbuatannya.
Mulut ini sudah kehabisan suara, aku keluar dari ruang kelas, meninggalkan teman-teman yang masih shok karena perkataanku. Aku sudah tidak peduli, mereka mau percaya atau tidak. Yang penting aku sudah mengeluarkan apa yang selama ini Melody ingin katakan.
Hari terus berlanjut, tak terdengar lagi gosip tentang Melody. Mungkin itu sudah menghilang, bersamaan dengan perginya belahan jiwaku. Sebagai janjiku pada Melody, aku sering mengajak Frieska jalan-jalan, entah itu ke mall, bioskop, atau sekedar duduk-duduk di taman. Entah karena wajahnya mirip dengan kakaknya entah ada hal lain yang mempengaruhinya. Mungkinkah dia yang ditakdirkan untuk menggantikan Melody ?.
The End.

Untuk cerita yang lebih menarik lainnnya, anda bisa lihat disini
Silahkan Berkomentar!
Terima kasih.

Previous
Next Post »

2 komentar

Write komentar
BungsKy
AUTHOR
10 September 2015 pukul 18.54 delete

blum baca tapi kayaknya bagus nih

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
11 Maret 2016 pukul 07.15 delete Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
avatar